IPC Catat 4 UU Bermasalah: Pembahasan Tidak Transparan
Berita Baru, Jakarta – Indonesian Parliamentary Center (IPC) menyelenggarakan kajian tahunan bertajuk “Catatan Kinerja DPR RI Tahun 2023 dan Outlook 2024: Refleksi Fungsi Legislasi, Anggaran, dan Pengawasan.” pada Jumat (19/1/2024). Salah satu fokus kajian tersebut adalah transparansi penyusunan Undang-Undang yang dilakukan oleh DPR.
IPC menilai sejumlah produk legislasi menuai kontroversi dan kekhawatiran masyarakat terkait proses penyusunan yang dinilai tidak transparan dan kurang memperhatikan partisipasi publik. Setidaknya empat undang-undang (UU) menjadi sorotan utama dalam kontroversi ini.
- UU Ciptaker (UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja)
Pembentukan UU Ciptaker dinilai telah menimbulkan kritik tajam karena dinilai mengabaikan teknik penyusunan undang-undang yang benar. Beberapa isu mencakup minimnya partisipasi publik, kurangnya keterbukaan, dan adanya perubahan pasca kesepakatan bersama antara DPR dan Pemerintah.
“Meski Mahkamah Konstitusi melakukan judicial review atas UU Ciptaker, keputusan tersebut tampaknya tidak diindahkan sepenuhnya, dan UU tersebut tetap berjalan dengan dukungan 49 peraturan pelaksana yang telah dibentuk sebelumnya. Tindakan DPR yang melakukan perubahan kedua UU PPP untuk mengesahkan UU Ciptaker secara surut juga menimbulkan pertanyaan serius,” demikian dikutip dari rilis resmi IPC.
- UU No. 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara
UU ini menuai kritik karena proses penyusunannya yang terburu-buru, tidak partisipatif, dan tidak terbuka. Hanya dalam waktu 41 hari, UU ini dibahas dan disahkan, tanpa keterlibatan publik yang memadai.
“Penyusunan konsep yang tidak matang di internal pemerintah juga menjadi perhatian, menciptakan keraguan terkait keberlanjutan dan keseriusan UU tersebut,” katanya.
- UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara
UU ini menimbulkan kontroversi dengan membuka ruang bagi TNI dan POLRI aktif untuk menduduki jabatan ASN tertentu, bertentangan dengan UU Polri dan UU TNI yang mengatur sebaliknya. Materi UU ASN ini juga dianggap melanggar semangat pembatasan peran TNI dari militer menjadi hanya kekuatan pertahanan negara.
“Langkah ini dianggap melanggar TAP MPR No 6 Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, yang menegaskan perlunya pemisahan peran dan fungsi TNI dan Polri untuk mendukung demokrasi,” jelas IPC.
- UU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pembentukan UU ini juga mendapat sorotan terkait minimnya transparansi dalam proses penyusunan. Situs web DPR yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk membangun keterbukaan turut menjadi perhatian masyarakat.
“Pada aspek transparansi, pembentukan UU tahun 2023 masih minim transparansi sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Situs web DPR belum dimanfaatkan secara maksimal untuk membangun keterbukaan,” ungkap IPC.