Inggris Kini Resmi Keluar dari Uni Eropa
Berita Baru, Internasional – Setelah 47 tahun menjadi bagian dari anggota Uni Eropa (UE) dan menjadi salah satu negara dengan perubahan politik dan ekonomi terbesar, dalam sejarah Eropa modern. Inggris akhirnya resmi meninggalkan Uni Eropa pada Jumat malam (31/1), pukul 23.00 waktu setempat (pukul 06.00 waktu Indonesia barat).
Sebagaimana dilansir dari CNBC, Sabtu (1/2), keluarnya Inggris dari Uni Eropa (UE) mengakhiri gejolak spekulasi Brexit yang berkembang selama tiga setengah tahun terakhir. Brexit telah menyebabkan kekacauan dalam politik Inggris, antara lain adalah ketidakpastian ekonomi, meningkatnya ketegangan antara Inggris, dan UE sebagai mitra dagang tunggal terbesar.
Hal ini menjadi masa transisi bagi Inggris, yang kini masih menjadi anggota pasar tunggal dan serikat pabean, untuk memulai negosiasi dengan UE, dalam mencapai kesepakatan perdagangan bebas. Selama masa transisi, Inggris tidak memiliki hak suara untuk masalah-masalah UE tetapi masih akan terikat oleh peraturan UE.
Pemerintah Inggris telah menetapkan batas waktu sampai akhir tahun 2020, untuk mencapai kesepakatan. Jika tidak, maka ia akan meninggalkan pasar tunggal dengan ‘tidak ada kesepakatan’ dan harus kembali ke aturan Organisasi Perdagangan Dunia.
Sejarah Brexit
Pada 23 Juni 2016, masyarakat Inggris melakukan referendum untuk memutuskan apakah akan tetap menjadi anggota Uni Eropa atau tidak. Hasilnya, sebanyak 51,9% orang Inggris memilih untuk meninggalkan Uni Eropa dengan 48,1% suara memilih untuk tetap dalam serikat ekonomi dan politik UE.
Keputusan ini menjadi semacam gempa politik yang tidak terduga bagi Inggris, sedang euroskeptisisme sedang marak dalam beberapa dekade dan tahun-tahun menjelang referendum. Sikap itu sebagian didorong oleh pers tabloid anti-Uni Eropa di Inggris dan kebangkitan Partai Kemerdekaan Inggris yang dipimpin oleh Nigel Farage.
Alasan Utama
Kaum anti-Uni Eropa ingin mewujudkan Brexit dan mereka menilai kewenangan blok itu semakin mengikis kedaulatan Inggris, terutama dalam menerapkan kebijakan luar negerinya. Mereka juga menilai kebijakan Uni Eropa menghambat pertumbuhan ekonomi Inggris sebagai negara ekonomi terbesar keenam di dunia, terutama dalam hal berbisnis.
Selain itu, masalah imigran menjadi salah satu pemicu Brexit. Salah satu prinsip Uni Eropa adalah pergerakan bebas setiap warga negara anggota. Warga Inggris bisa bekerja dan tinggal dengan mudah di negara Uni Eropa, begitu juga sebaliknya.
Kaum anti-Uni Eropa menilai kebebasan mobilisasi warga Eropa itu bisa mengancam peluang kerja bagi warga Inggris di dalam negeri.