Gus Hilmy, yang juga menjabat sebagai Katib Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), menegaskan bahwa langkah ini sejalan dengan keadilan. “Tuduhan-tuduhan terhadap Gus Dur tidak pernah terbukti, baik terkait dana Bulog maupun bantuan Sultan Brunei Darussalam,” ungkapnya dalam keterangan tertulis pada Selasa (24/09/2024).
Lebih lanjut, Gus Hilmy menilai keputusan mencabut TAP MPR yang lama adalah tindakan tepat, mengingat tuduhan terhadap Gus Dur hanyalah bagian dari dinamika politik saat itu. “Maka menjadi tepat jika MPR mencabutnya,” jelasnya.
Gus Hilmy juga mendorong agar MPR melanjutkan langkah ini dengan menerbitkan TAP MPR baru yang secara resmi mencabut TAP MPR lama. “Kami harap surat penegasan administratif ini diikuti dengan TAP MPR baru agar kekuatan hukumnya setara,” ujarnya.
Menurutnya, pencabutan TAP MPR ini memerlukan pertimbangan yang matang, termasuk dari perspektif publik, terutama terkait pejabat yang dinyatakan tidak bersalah. “Jika tuduhan tidak terbukti, maka TAP yang dibuat jelas keliru dan harus dicabut,” tambahnya.
Gus Hilmy menegaskan bahwa dalam hukum, keraguan terhadap kesalahan seseorang tidak boleh dijadikan dasar untuk menjatuhkan hukuman. “Ragu saja tidak boleh menghukum, apalagi jika sudah jelas tidak bersalah. Salah dalam memaafkan lebih baik daripada salah menghukum,” tegasnya.
Selain itu, Gus Hilmy mengusulkan agar ke depan Ketetapan MPR tidak lagi menyebut nama individu terkait, karena nomor TAP sudah cukup untuk menjelaskan konteks kasus. “Agar tidak ada benturan yang tidak perlu, sebaiknya nama individu tidak disebutkan lagi dalam Ketetapan MPR,” sarannya.
Ia juga menyayangkan bahwa tuduhan-tuduhan tak berdasar telah menodai jasa besar Gus Dur untuk bangsa. “Gus Dur adalah Bapak Bangsa. Pencabutan ini penting sebagai langkah rekonsiliasi dan pemulihan nama baik kita semua,” pungkasnya.