Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Lima Belas Tahun Gus Dur Berpulang, Demokrasi Tak Kunjung Datang? : Catatan Haul Gus Dur ke-15 di Oase Café & Literacy Malang

Lima Belas Tahun Gus Dur Berpulang, Demokrasi Tak Kunjung Datang? : Catatan Haul Gus Dur ke-15 di Oase Café & Literacy Malang



Kelurahan Merjosari diguyur hujan lebat sore itu, Selasa, 14 Januari 2025. Panitia Haul Gus Dur ke-15 pun menyiapkan serangkaian kegiatan dengan gotong royong, ada yang memasang spanduk, menyiapkan konsumsi, dan berlatih jadi pewara serta moderator.

Dingin hujan diiringi angin sepoi merasuk ke tubuh. Pelayan Oase Cafe & Literacy/ kafe oase membersihkan dan mengepel lantai yang basah terkena hempasan air hujan. Kardus bekas disiapkan di teras depan agar lantai tidak kotor dan becek.

Nasi tumpeng dan makanan ringan sudah tersaji di atas meja atau depan meja bar. Aneka makanan melambai bak ingin segera disantap para tamu undangan. Semerbak aroma kopi pun siap diseduh untuk pelanggan yang budiman.

Lima Belas Tahun Gus Dur Berpulang, Demokrasi Tak Kunjung Datang? : Catatan Haul Gus Dur ke-15 di Oase Café & Literacy Malang

Seusai azan berkumandang, Mohamad Syafi’ Alielha akrab disapa Savic Ali, Hasan Bashori Qusairy, dan Sam Ardi tiba dan turun dari mobil. Volvo di parkirnya tepat di sebelah utara kafe oase. Mereka berjalan kaki menerobos hujan yang masih cukup kerap.

Saya dan panitia menyambut hangat kehadiran Savic Ali dan rombongan sore itu. Sebetulnya Savic Ali sudah tiba di Malang Senin siang, di mana Senin malam itu Ia bergiat pada peringatan 100 hari wafatnya Romo Benny Susetyo di Majelis Agung Gereja Kristen Jawi Wetan (MA GKJW) Balewiyata.

Selepas kegiatan itu, Savic dan Bashori menginap di hotel Ijen. Selasa pagi hingga sore, mereka ditemani Sam Ardi menikmati rawon nguling dan berteduh di kafe Kawasan Elpico. Setelah cukup puas menjajaki kuliner Malang, Savic dan rombongan melaju ke kafe oase, Jl. Joyoutomo V Blok F, keluarahan Merjosari, kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.

Berbeda dengan Virdika Rizky Utama, yang tiba di Malang lebih dahulu bersama istri, sekira hari Minggu. Dua hari sebelum Haul Gus Dur ke-15 di kafe oase. Selain untuk menghadiri Haul Gus Dur ke-15, Virdika dan istri datang ke Malang dalam rangka menyukseskan peringatan 100 hari Romo Benny.

Selasa sore, selepas Maghrib semua narasumber diskusi telah tiba di kafe oase. Mereka dan panitia pun santap malam bersama menikmati tumpeng nasi kuning. Tidak hanya itu, sebagian besar dari mereka memesan kopi dan jahe untuk melepas lega kondisi tubuh yang dihajar padatnya aktivitas dan cuaca.

Usai makan malam, semua narasumber dan peserta naik ke lantai 3 kafe oase, karena acara segera dimulai. Pada 19.20 WIB acara dimulai dan dipandu oleh Anindya Ulhaq akrab dipanggil Anin selaku pewara. Anin membuka acara dengan berpantun dan sekelumit memberikan gambaran tentang Gus Dur dan 9 nilai utama Gus Dur.

Sebelum diskusi dan reflesksi dimulai, Anin mempersilahkan Moh. Yajid Fauzi, Fauzi, selaku ketua panitia untuk menyampaikan sambutannya. Fauzi mengatakan bahwa haul ke-15 Gus Dur yang diselenggarakan di kafe oase dengan tema besar demokrasi ini bermaksud untuk mengasah kembali wawasan kita tentang demokrasi, nilai dan teladan Gus Dur, serta potret negara hari ini.

“Demokrasi sengaja kami pilih sebagai tema besar pada haul kali ini mengingat sejauh pembacaan kami, demokrasi tengah mengalami krisis. Demokrasi dalam kondisi yang sakit. Perilaku elit semakin jauh dari nilai Pancasila atau nilai yang telah diwariskan Gus Dur,” ungkap pria asal Banyuwangi yang bekerja sebagai pengacara lepas itu.

“Selain itu, mengapa di kafe oase? Karena oase ini bagian dari situs atau ruang bertumbuh penggerak GUSDURian Malang sejak 2017 awal,” pungkasnya.

Setelah menyimak sambutan dari Fauzi, acara dilanjutkan dengan pembacaan tahlil dan do’a. Tahlil dan do’a dipimpin oleh Jefry. Semua tamu dan undangan pun dengan khidmat mendoakan Gus Dur dan para ulama nusantara.

Anin selaku pewara mengundurkan diri dan mengalihkan acara berikutnya ke Nilam Andriani. Nilam selaku moderator mengambil alih dengan menyapa penuh hangat. Nilam pun mempersilahkan Savic Ali dan Virdika Rizky Utama untuk menemaninya di meja kursi yang telah disediakan. Nilam pun mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber, selebihnya dengan sesi tanya jawab terbuka bersama peserta.

Savic Ali menjelaskan bahwa Gus Dur itu orang yang humoris, siapa yang pernah berkumpul dan mendengarkan Gus Dur, tidak pernah Gus Dur itu jagongan tanpa humor. Kumpul bersama temen-temen sebayanya pun dengan humor. Gus Dur selalu ada yang baru humornya, meski kadang humornya diulang-ulang.

“Kedua, Gus Dur orang yang selalu berpikir, suka berdiskusi, baik di PBNU atau di Fordem. Saya waktu di Jakarta sering ikut berkumpul, ngobrol, nggeremingi pemerintah, bahas segala hal, rumor-rumor politik. Kita yang aktivis muda kala itu pengen tahu dan nimbrung di forum-forum,” tambah Savic, ketua PBNU bagian media dan advokasi itu.

“Ketiga, Gus Dur orang yang tak kenal lelah, mobilitasnya tinggi. Sejak ketua PBNU, Gus Dur di rumah dalam sebulan itu bisa dihitung jari. Gus Dur hampir tidak pernah di rumah, kumpulnya sama teman-temannya. Pasca reformasi bikin partai, Gus Dur tambah jarang pulang lagi. Saat jadi presiden, barulah keluarganya sering melihat Gus Dur, di televisi atau radio atau di istana. Padahal kondisi fisiknya sudah tidak bisa dikatakan normal, tapi energinya luar biasa. Gus Dur itu solidarity maker atau konsolidator bagi banyak orang,” tambah pria yang pernah bekerja sebagai reporter tabloid NU, tahun 1996.

Direktur dan pendiri Islami.co, Savic Ali itu juga memaparkan bahwa demokrasi yang digagas Gus Dur prinsipnya menghargai kebebasan bicara, berpendapat, dan berorganisasi. Demokrasi dengan prinsip dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Bukan, dari rakyat, oleh sebagian rakyat, belum tentu untuk rayat.

“Waktu orde baru, ruang terbuka untuk ngobrol apapun direpresi, rakyat dijauhkan dari politik. Gus Dur itu bisa menghargai berbagai pendapat atau berekspresi walaupun tidak setuju. misalkan ada orang yang nyembah pohon ya dibiarin, tapi kalau ditanya ya tidak setuju. Gus Dur menghargai itu karena esensi demokrasi. Seperti halnya pembelaan terhadap Inul,” tambahnya.

Selain itu, Savic menambahkan bahwa Gus Dur tidak punya kepentingan untuk mengatur kepala orang, makanya departemen penerangan dibubarkan, karena itu yang mengatur kepala orang. Bagian dari demokrasi itu tidak boleh mengatur kepala orang. yang mungkin dilakukan adalah ruang terbuka untuk mengutarakan pendapat dan adanya pendidikan.

“Gus Dur merasa, dalam kehidupan politik, orang boleh atau berhak berpandangan/ berpendapat, negara memiliki wewenang untuk mengambil kuputasan. Pengambil kebijakan tidak boleh melarang pengusaha bicara atau mengancam buruh untuk berpendapat. Semangat yang diajarkan Gus Dur harus mengambil keputusan secara fairness atau adil.” Pungkas pria yang sekarang menjadi pengasuh Pesantren Taswirul Afkar di Klaten.

Savic Ali yang sejak muda menjadi aktivis dan intens bergumul dengan Nahdlatu Ulama (NU) menganggap Gus Dur konsolidator handal. Sedangkan ada pandangan lain dari Virdika. Di mana Virdika mengaku baru tahu Gus Dur itu saat SD kelas 1, tapi baru mengenal pemikiran Gus Dur saat kuliah, atau semester lima dari tulisannya Gus Dur di Tempo.

“Waktu semester lima, saya aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Pers (UKM Persma), saat mau nobar filmnya Gandhi, nah saya browsing tulisannya Gandhi, ketemunya tulisannya Gus Dur berjudul Damai dalam Pertentangan diterbitkan Tempo. Gus Dur bilang di situ, melihat banyaknya warga Jepang yang membincang filmnya Gandhi, Gus Dur cukup menyayangkan, bukan berarti Gandhi tidak laik untuk dikenang, pelajaran Gandhi pun sangat besar untuk perdamaian dunia.”

“Akan tetapi, anehnya banyak orang Jepang melewatkan pembicaraan tentang Helder Camara yang masih hidup dan meraih penghargaan peradamaian dari Yayasan Niwano Jepang. Maka kata Gus Dur dalam tulisannya, ternyata manusia itu suka yang simbolik, padahal ada kolom kecil yang membahas tentan kiprah Helder Camara,” tambah pria betawi itu.

Dari situlah Virdika mulai  tertarik soal Gus Dur di situ. Hingga membawanya meneliti Fordem dan berikutnya menuliskan buku Menjerat Gus Dur. Mengapa menuliskan Gus Dur? Virdika mengaku itu bagian dari tanggung jawab intelektualnya sebagai jurnalis dan mahasiswa bidang sejarah.

“Saya kagum dengan Gus Dur, dia mendobrak pandangan saya tentang sosok santri. Ternyata santri seperti Gus Dur pengetahuannya luas, aktivis, bacaannya banyak, budayawan hingga jadi ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Gus Dur sangat out of the box.  Gus Dur setia terhadap hal-hal yang prinsipil,” tambah penulis Menjerat Gus Dur yang saat ini menjadi dosen di Universitas President.

Sedangkan perihal demokrasi, Virdika memiliki pandangan bahwa saat pemerintahan Gus Dur, koalisi dibentuk saat pemilu atau mendapat kekuasaan, berikutnya koalisi dibebaskan atau bahkan bibubarkan, terlebih jika sudah tidak sejalan. Akan tetapi hari ini koalisi dibentuk untuk merebut kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan selama-lamanya.

“Peran legislatif pun juga tidak mampu menjadi juru kroscek dan penyeimbang. Sehingga kesannya legilatif sekadar menjadi tukang stempel saja, atau pemberi cap pada surat. Politik hari ini perlu belajar dari Gus Dur,” tambah Virdi, yang juga peneliti di lembaga penelitian PARA Syndicate.

Setelah paparan dari narasumber, dialog dilanjutkan bersama peserta yang hadir. Adapun peserta yang hadir beragam, ada dari lintas iman, rekan GUSDURian Malang, pemuda bahai, pemuda Kristen, muslim, dan pegiat literasi serta aktivis pada umumnya.

Daniel Stephanus selaku dosen Universitas Machung pun berbagi terkait peran Gus Dur terhdap perjuangan ekologi yang dikaitkan pula dengan gerakan Laskar Hijau di Lumajang, yang dimotori Aak Abdullah Kudus, alias Gus Aak. Ilmi Najib juga menanyakan tentang keputusan PBNU perihal tambang dan kaitan Gus Dur dan Gus Im, adiknya. Peserta lain mengajak mendiskusikan tentang Konghuchu yang diperjuangkan Gus Dur.

Haul Gus Dur ke-15 di Oase Café & Literacy ini terselenggara atas kerja sama Gubuk Tulis, Duta Damai Jawa Timur, dan Oase Institute, serta pendukung lainnya. Sekali lagi terima kasih atas kerja sama semua pihak. Dengan mendiskusikan dan mendoakan Gus Dur maka dari itu kita semua turut mendoakan Indonesia.

Selebihnya, simak tayangan ulang di kanal Oase TV: https://www.youtube.com/watch?v=AhTyLs_AU88