Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Fitra Nilai Kebijakan Fiskal 2022 Tidak Mencerminkan Ekonomi Hijau
Presiden Jokowi meninjau Pusat Sumber Benih dan Persemaian Rumpin, Kabupaten Bogor, pada Jumat, 27 November 2020. (Foto: BPMI Setpres)

Fitra Nilai Kebijakan Fiskal 2022 Tidak Mencerminkan Ekonomi Hijau



Berita Baru, Jakarta – Sekjen FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), Misbah Hasan mengatakan bahwa Arah kebijakan fiskal 2022 dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN) belum mendukung ekonomi hijau dan penanganan krisis iklim.

Menurut Misbah, kebijkan itu terlihat dari paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pembukaan Rakorbangnas Tahun 2021 pada hari Jumat, 30 April 2021 lalu. Forum tersebut digelar Bappenas dalam rangka penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2022.

“Arah kebijakan fiskal tahun 2022 yang akan dimuat dalam dokumen KEM PPKF (Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal) fokus pada pemulihan ekonomi dan melaksanakan reformasi struktural untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” kata Misbah dalam pres rilisnya, Senin (3/4)

Fitra menyebut, dalam Rakorbangnas 2021 Menkeua mengatakan bahwa reformasi struktural diarahkan pada penguatan sumberdaya manusia dan transformasi ekonomi. Transformasi ekonomi dilakukan melalui pembangunan infrastruktur untuk mendukung mobilitas, konektivitas, dan produktivitas ekonomi.

“Transformasi ekonomi juga dilakukan melalui reformasi institusional untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dan berintegritas,” lanjutnya.

Misbah, yang juga Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil GENERASI HIJAU (Gerakan Ekonomi Hijau Masyarakat Indonesia), menilai bahwa pemerintah tidak bisa mengabaikan kebutuhan untuk pertumbuhan hijau dan berkelanjutan (green and sustainable growth).

“Jika pemerintah memaksakan mengejar pertumbuhan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dan transformasi ke arah ekonomi hijau (green economy), maka dikhawatirkan kita tidak bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena daya dukung lingkungan dan sumberdaya alam yang terbatas,” ujar Misbah.

Atas dasar itulah, lanjut Misbah, arah kebijakan fiskal 2022 yang sampaikan Sri Mulyani, belum mencerminkan transformasi kepada green economy. Reformasi struktural dalam pemulihan ekonomi sudah cukup bagus yang mencakup penguatan sumberdaya manusia dan transformasi ekonomi melalui pembangunan infrastruktur, reformasi institusional dan reformasi fiskal.

“Namun demikian, pemulihan ekonomi nasional melalui transformasi ekonomi seharusnya bisa memperkuat transformasi ekonomi hijau dan ketahanan iklim,” tegasnya.

Skema Fiskal Harus Mendukung Ekonomi Hijau

Misbah Hasan menyarankan kepada pemerintah untuk mengarahkan semua skema fiskal dalam rangka memperkuat ekonomi hijau. Sejumlah skema yang bisa digunakan diantaranya, skema perpajakan berupa tax allowance, tax holiday, pembebasan bea masuk impor, dan sebagainya.

 “Kedua kebijakan belanja negara dimana Kementerian Keuangan sudah menggunakan pendekatan climate budget tagging di pusat dan daerah. Selain itu juga menggunakan skema kebijakan pembiayaan anggaran dalam APBN,” ungkapnya.

Misbah menegaskan, transformasi ekonomi hijau perlu didukung oleh semua skema kebijakan fiskal tersebut. Skema yang lebih rumit prosesnya, baginya, adalah pembiayaan anggaran dalam APBN karena membutuhkan proses teknokrasi dan politik anggaran di DPR RI.

“Karena itu, kalau proses perencanaan di Bappenas yang tercantum dalam RKP 2022 tidak didukung oleh kebijakan fiskal yang dirumuskan oleh Kementerian Keuangan, maka ada kemungkinan semua yang direncanakan oleh Bappenas untuk transformasi ekonomi hijau akan menguap dalam proses di Kementerian Keuangan dan proses politik di DPR RI,” tukas Misbah. (MKR)