Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ditetapkan Daerah Siaga Karhutla, Jikalahari Sebut Kinerja Gubernur Riau Lemah
Ilustrasi kebakaran hutan (Foto: Istimewa)

Ditetapkan Daerah Siaga Karhutla, Jikalahari Sebut Kinerja Gubernur Riau Lemah



Berita Baru, Jakarta – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menilai penetapan penetapan siaga darurat karhutla pada 15 Februari 2021 hingga Oktober 2021 oleh Gubernur Riau Syamsuar bentuk kelemahan kepemimpinan Syamsuar dalam menghentikan karhutla.

“Belum apa-apa Gubernur Riau sudah minta bantuan pusat. Padahal karhutla masih sanggup dikendalikan Gubernur Riau. Mengapa pendekatan pencegahan karhutla tidak berubah? Selalu mengandalkan duit jumbo untuk pemadaman,” kata Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setyo dalam siaran persnya, Kamis (18/2).

Diketahui, daerah yang ditetapkan sebagai siaga darurat karhutla memiliki keuntungan yang didapatkan di antaranya Pemda akan mendapat dukungan dana dari pemerintah pusat.

“Penggunaan APBN dan APBD hanya untuk ‘memadamkan api karhutla’ sangat mubazir, uang itu hilang begitu saja. Justru anggaran ini akan bermanfaat digunakan untuk penertiban sawit illegal serta merealisasikan PS di Riau. Ini lebih jelas manfaatnya untuk masyarakat, dan tentunya berefek terhadap pencegahan karhutla,” tegas Okto.

Okto juga menpertanyakan kinerja Gubernur Riau saat penetapan siaga darurat kerhutla yang dilakukan pada November 2020 – 14 Februari 2021.

“Mestinya, masa itu Gubernur memimpin langsung pencegahan karhutla. Seharusnya Gubernur segera melakukan perbaikan tata kelola lingkungan hidup dan kehutanan yang sejatinya sudah dimulai. “Termasuk menerapkan Riau Hijau yang digadang-gadangkan sejak awal terpilih,” tambah Okto.

Selain itu, Okto juga menyoroti SE Gubernur Riau  yang meminta seluruh Bupati/Walikota se-Riau memberikan police line dan pengumuman ‘Dilarang Menanam’ di areal terbakar untuk mengetahui pembakar lahan tersebut. Serta meminta Bupati/Walikota bekerja sama dengan kepolisian setempat dan membekukan izin lingkungan korporasi yang terbakar agar korporasi fokus memadamkan api di lahan atau areal sekitar lahannya.

“Tapi sampai detik ini tak ada korporasi yang arealnya dipolice line atau izin lingkungannya dibekukan. Padahal sejak SE terbit hingga Februari 2021 berdasarkan analisis citra satelit Terra-Aqua MODIS terdapat 1.611 hotspot di areal konsesi perusahaan. Sekitar 258 titik diantaranya berpotensi menjadi titik api,” jelasnya.

Potensi hotspot terbanyak, kata Okto berada di areal konsesi HTI PT Arara Abadi (181), PT Sumatera Riang Lestari (154), PT RAPP (141), PT Satria Perkasa Agung unit Serapung (74) dan PT Sekato Pratama Makmur (60). Sedangkan untuk perkebunan kelapa sawit, hotspot terbanyak berada di PT Surya Dumai Agrindo (100), PT Trisetya Usaha Mandiri (39), PT Bertuah Aneka Yasa (31), PT Tabung Haji Indo Plantation (31) dan PT Tani Swadaya Perdana (22).

“Bahkan, areal PT Arara Abadi yang terbakar pada 29 Juni 2020 seluas 83 hektar saja tidak ada upaya penegakan hukum yang dilakukan Gubernur. Padahal sudah jelas-jelas areal tersebut terbakar,” kata Okto.

Lebih lanjut, Jikalahari juga menilai Satgas sawit illegal yang dibentuk Gubernur Syamsuar berdasarkan SK Gubri Nomor Kpts.1078/IX/2019 pada 12 Agustus 2019 juga tak jelas hasil kerjanya.

Hingga Januari 2020, Tim Satgas Terpadu ini telah mengidentifikasi 80.885,59 ha kebun sawit di 9 kabupaten Riau. Temuannya ada 32 korporasi illegal yang menggarap 58.350 ha lahan.

“Tapi tak jelas tindak lanjut dari hasil temuan ini, sampai saat ini belum ada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang ditindak hukum berdasarkan hasil temuan satgas Sawit Ilegal,” tegas Okto.

Gubernur Syamsuar, kata Okto mestinya segera membuat KLHS, karena hingga kini Provinsi Riau belum memiliki Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang telah divalidasi. Apalagi paska putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan gugatan atas Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau maka diperlukan KLHS untuk memperbaiki Perda RTRWP Riau.