Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Direktur Pusako Andalas: Pemerintah Jangan Konyol Mempertahankan Pilkada
Foto: Kumparam

Direktur Pusako Andalas: Pemerintah Jangan Konyol Mempertahankan Pilkada



Berita Baru, Jakarta — Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari meminta kepada pemerintah agar tidak bertindak konyol dengan tetap melanjutkan tahapan Pilkada Serentak 2020. Sebab, kata Feri, banyaknya kandidat calon kepala daerah dan penyelenggara pemilu yang terinfeksi Coronavirus Disease atau COVID-19, bahkan hingga meninggal dunia.

“Ya, menurut saya pemerintah enggak boleh konyol begitu ya untuk tetap mempertahankan [penyelenggaraan Pilkada 2020],” terang Feri, dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (2/10).

Perlu diketahui, Data KPU per tanggal 10 September 2020 mengatakan ada 60 calon yang dinyatakan positif COVID-19, dan itu berdasarkan pemeriksaan swab test. Baru-baru ini, Cawalkot Kota Bontang, Kalimantan Timur di Pilkada, Adi Darma meninggal dunia karena virus tersebut.

Feri menyarankan, sepatutnya penyelenggaraan Pilkada 2020 ditunda dulu, dan menunggu kondisi pandemi ini benar-benar terkendali. Apabila ingin tetap memaksakan, Feri berharap pemerintah wajib menerapkan dan memastikan pelbagai protokol kesehatan berjalan dengan ketat dan baik ketika pelaksanaan.

“Kemarin diusulkan kampanye tatap muka 24 hari. Lalu daring. Lalu, waktu di hari H pencoblosan bisa dari jam 7 hingga jam 4 sore. Supaya orang-orang enggak berbondong-bondong di TPS. Jadi banyak itu yang bisa dilakukan,” tuturnya.

Selanjutnya, Feri memandang bahwa pemerintah dan penyelenggara tidak konsekuen kepada peraturan protokol kesehatan yang sudah diatur saat ini, mengingat sudah banyak aturan yang dilanggar oleh para pasangan calon, bahkan sejak tahapan pendaftaran hingga kampanye sekarang ini.

Feri mengaku sangat khawatir akan terjadinya klaster penyebaran COVID-19, apabila tahapan pilkada tetap dilanjutkan di tengah kondisi penularan yang terbilang masih sangat tinggi dan mengkhawatirkan.

“Bahkan yang penyelenggara saja itu masih sering ke daerah-daerah muter-muter. Padahal enggak diperlukan lagi. Bisa lewat daring. Dikhawatirkan timbulnya klaster pilkada jika enggak hati-hati,” lanjutnya.

Lanjiut Feri, khawatir kepercayaan publik kepada pemerintah semakin menurun jika nantinya pilkada justru menjadi klaster penyebaran virus yang sudah memakan ribuan nyawa di dunia.

“Bisa saja kualitas demokrasi akan menurun karena minimnya partisipasi masyarakat dalam pilkada di tengah pandemi saat ini. Kalau enggak siap dan hati-hati, begitu meledak, kemarahan publik akan tinggi, kualitas demokrasi dan penyelenggaraan turun. Di sana kenapa kita khawatirkan situasi seperti ini,” pungkasnya.