Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Desa Damai Wahid Foundation : Cegah Ekstrimisme dan Intoleransi Dari Akar
Alamsyah M Djafar saat menjadi pembicara pada Mentoring Nasional Insiasi Desa Damai yang diselenggarakan di Yogyakarta pada Selasa (21/9) (Foto: Zainul/Beritabaru.co)

Desa Damai Wahid Foundation : Cegah Ekstrimisme dan Intoleransi Dari Akar



Berita Baru, Yogyakarta – Program desa damai yang diinisiasi oleh Wahid Foundation hingga saat ini telah berjumlah sebanyak 16 desa yang tersebar di seluruh Jawa. Program tersebut diharapkan menjadi inspirasi bagi pemerintah maupun pihak swasta untuk membentuk komunitas yang secara aktif merespon isu intoleransi dan ekstrimisme secara berkelanjutan.

Dalam memperluas program desa damai tersebut, Wahid Foundation menggelar Mentoring Nasional Insiasi Desa Damai yang diselenggarakan di Yogyakarta pada Selasa (21/9) dengan mempertemukan penggerak Desa Damai dari Klaten, Depok, Bogor, Yogyakarta, Malang, dan Batu dengan aktivis desa dari Kalimantan Selatan dan Bandung untuk menginisiasi pembentukan desa damai kedua wilayah tersebut.

Acara tersebut dipandu oleh aktivis perempuan Khalis Mardiasih dengan pola berbagi cerita baik mengenai potensi yang ada di Kalimatan Selatan dan Bandung kemudian didiskusikan bersama penggerak desa damai lainnya untuk menemukan solusi bersama dalam upaya pembentukan desa damai di kedua wilayah tersebut.

Selain sesi berbagi pengalaman antar peserta, kegiatan tersebut juga dibekali pengetahuan mengenai pencegahan ekstrimisme dan intoleransi di desa oleh Alamsyah M Djafar dari Wahid Foundation.

Saat menyampaikan materinya, Alamsyah menegaskan bahwa konflik intoleransi antar agama maupaun sesama agama di Indonesia hingga saat ini masih marak terjadi. Selain intoleransi, ekstremisme kekerasan dan terorisme juga masih kerap terjadi di beberapa tahun terakhir ini.

“Masalah intoleransi di Indonesia tidak hanya terjadi pada komunitas Islam saja, contohnya demo ribuan warga Papua yang menolak pembangunan Masjid di sana,” kata Alamsyah.

Alamsyah mengatakan, ekstremisme kekerasan adalah kegiatan menganjurkan, melibatkan diri, atau menyokong untuk mendukung aksi kekerasan dengan motif ideologis.

“Jadi ekstremisme kekerasan adalah bentuk tindakan yang bermotif ideologis, contohnya yang paling ekstrem adalah terorisme” katanya.

Sementara itu, Menurut Alamsyah, tindakan intoleransi adalah tindakan menghalangi atau melawan hak warga negara yang dilindungi oleh Pancasila dan Undang-Undang hanya karena tidak sama dengan golongan dirinya.

“Tidak sedikit orang mencampur adukkan intoleransi dan ekstrimisme kekerasan. Kalau ada orang yang menolak Gereja atau Masjid seringkali dianggap sebagai tindakan radikal,” kata Alamsyah.