Datangi KY, Koalisi Masyarakat Sipil Desak PN Surabaya Buka Sidang Kanjuruhan
Berita Baru, Jakarta – Koalisi masyarakat sipil (KMS) yang terdiri atas LBH Malang, LBH Surabaya, YLBHI, KontraS, Lokataru Foundation, dan IM57+ Institute, mendatangi Kantor Komisi Yudisial (KY) di Jakarta Pusat pada hari ini, Kamis (19/1).
Mereka meminta KY untuk mendesak Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menggelar sidang kasus Kanjuruhan terbuka untuk publik seluas-luasnya. KMS menilai keterbukaan di persidangan kurang.
Perwakilan koalisi dari KontraS Andi Muhammad Rizaldi mengatakan langkah itu diambil lantaran pada sidang perdana pembacaan dakwaan terhadap lima terdakwa sulit untuk diakses publik dan terdapat beberapa kejanggalan.
“Komisi Yudisial dapat mendesak Pengadilan Negeri Surabaya untuk memberikan akses seluas-luasnya bagi publik untuk dapat melakukan pemantauan atau pengawasan jalannya proses persidangan,” kata Rizaldi, sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia.
Rizaldi berpendapat jika pembatasan pengunjung dalam persidangan tersebut adalah faktor keamanan, maka seharusnya PN Surabaya dapat memberikan pilihan lain agar jurnalis dan masyarakat tetap dapat melihat dan memantau jalannya persidangan.
Menurutnya, masyarakat khususnya Keluarga Korban tragedi Kanjuruhan serta Jurnalis media diberikan akses seluas-luasnya setiap proses dan tahapan persidangan para Terdakwa tragedi Kanjuruhan tersebut. Dia pun menyarankan PN Surabaya memberikan tayangan secara daring.
“Jika pembatasan terhadap akses persidangan untuk turut mengawal jalannya persidangan kasus Kanjuruhan terus dilakukan, maka terdapat indikasi adanya upaya untuk menutupi proses hukum tragedi Kanjuruhan,” ujarnya.
Dia menjelaskan menurut Pasal 153 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, mewajibkan bagi Majelis Hakim dalam setiap pemeriksaan di pengadilan dilakukan secara terbuka untuk umum.
“Oleh sebab itu kami mendorong KY untuk mengambil langkah hukum jika ditemukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku hakim pada proses persidangan Tragedi Kanjuruhan,” ujarnya.
KY akui sidang wewenang hakim
Merespons kedatangan koalisi sipil itu, juru bicara Kantor Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting menegaskan bahwa keputusan tersebut adalah ranah majelis hakim.
“Persidangan terbuka untuk umum tidak sama dengan penyiaran secara langsung. Penentuan penyiaran sidang secara langsung berada pada domain Ketua Majelis Hakim,” ujar Miko.
Dia menyebut KY mendorong Ketua Majelis Hakim dalam perkara tersebut dapat mempertimbangkan tiga aspek penting, yaitu akses dan partisipasi masyarakat, keselamatan dan keamanan para pihak, serta integritas pembuktian dalam memeriksa dan memutus perkara ini.
Miko mengklaim KY sudah melakukan pengawasan secara langsung terhadap proses persidangan dan hakim yang bertugas.
“Sebelum permohonan pemantauan diajukan oleh koalisi masyarakat dan tim advokasi Aremania Menggugat, KY sudah memutuskan untuk melakukan pemantauan terhadap persidangan dan perilaku hakim dalam perkara ini,” ujarnya.
Sebelumnya, sebanyak empat keluarga korban Tragedi Kanjuruhan datang ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada sidang perdana. Tapi mereka sempat dihalang-halangi masuk ke ruang sidang Tragedi Kanjuruhan.
Saat tiba di PN, sekitar pukul 10.30 WIB, mereka tak boleh langsung masuk ke ruang sidang. Padahal proses persidangan. Keempatnya diminta menunggu di halaman PN.
“Saya tanda tanya kenapa sudah mulai kok enggak boleh masuk, kan sidang terbuka, kok tertutup buat kami,” teriak Rini Hanifah, ibu dari mendiang korban Agus Rifansyah. Rini pun menegaskan bahwa kedatangan mereka ke Surabaya adalah untuk mengawal keadilan bagi anaknya.
“Kami ke sini niatnya mau mengawal keadilan anak kami, bukan demo, bukan senang-senang, karena saudara kami dibantai,” ucapnya.
Selain itu, PN Surabaya juga membatasi media dalam peliputan secara langsung atau live streaming jalannya persidangan kasus Tragedi Kanjuruhan.
Wakil Humas PN Surabaya Agung Gede Agung Pranata mengklaim larangan itu adalah untuk menjaga kondisi psikologis saksi, khususnya keluarga korban.
“Tidak diizinkan live streaming dikarenakan kekhawatiran itu akan menimbulkan dampak psikologis yang tidak baik bagi penonton khususnya untuk keluarga korban,” kata Gede, Rabu (18/1).