Bulan Gus Dur, 164 Channel Bedah Sosok Guru Bangsa
Berita Baru, Jakarta – Memperingati Bulan Gus Dur, 164 Channel bekerjasama dengan NU Online menyelenggarakan talk show ‘Kopi dan Peci: Belajar Toleransi dari Guru Bangsa’, di Gedung PBNU Jakarta, Senin (23/12) siang.
Pemandu diskusi, Ahmad Rojali menyampaiakn talk show ini diselenggarakan untuk mengenang sosok Gus Dur.
“Kita berkumpul (di sini) untuk merayakan kerinduan atas sosok Gus Dur. Sudah hadir di antara kita para narasumber dari berbagai kalangan yang akan mengupas sosok KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari berbagai perspektif,” kata Rojali membuka diskusi.
Mengawali pemaparan, sarjana ilmu politik jebolan Berlin, Boni Hargens mengatakan Gus Dur sebagai ‘Meta Human’.
“Meta Human ini, kalau dalam film modern seperti X-Man, yakni manusia dengan kemampuan super yang melampaui manusia normal,” kata Boni.
Pengibaratan Boni, tidak lepas dari peran Gus Dur di masa lalu yang mampu menjadi solusi atas berbagai permasalahan sosial-politi yang ada.
Namun, sepeninggal Gus Dur, tidak sebagaimana di film, permasalahan tersebut tidak serta merta tuntas. Justru beberapa tahun terakhir, Indonesia dan dunia mengalami kebangkitan politik identitas.
Katanya, dominasi simbol keagamaan masuk dalam ruang politik dan menjadikan masyarakat terkotak-kotak, baik agama, suku dan etnik. Padahal Indonesia hakikatnya adalah majemuk.
“Bahkan multikulturalisme Indonesia adalah identitas yang tidak bisa dibatalkan. Maka jadilah pribadi yang melampaui simbol,” pungkas Boni.
Sepakat dengan Boni, Peneliti Abdurrahman Wahid Center for Peace and Humanities (AWCPH-UI), Sarah Monica mengatakan Gus Dur adalah pribadi dengan banyak dimensi. Berbagai dimensi itulah, kata Sarah, yang membuat Gus Dur sangat inspiratif.
Sebagai generasi muda, Sarah cukup menaruh perhatian pada jiwa seni yang ada dalam diri Gus Dur.
“Selain intelektual dan negarawan, Gus Dur ini juga dekat dengan dunia kesenian dan kebudayaan. Seni adalah salah satu jalan yang mengarahkan kita pada kemanusiaan dan keTuhanan. Salah satu yang paling saya ingat dari Gus Dur adalah ‘Jalan Tuhan itu sebanyak jiwa-jiwa manusia’,” kata Sarah mengutip pernyataan Gus Dur.
Adapun pembicara terakhir, Tokoh Muda NU, Taufiq Damas menyampaikan Gus Dur dari perspektif kenegaraannya. Ia mencontohkan ketika Gus Dur dilengserkan, Gus Dur rela melepaskan jabatan demi cita-cita kebangsaan yang lebih besar, yaitu persatuan.
“Gus Dur tegas melawan oligarki politik, tetapi beliau rela ketika dilengserkan, bahkan dengan alasan yang tidak terbukti,” pungkas Taufiq.
Sekedar informasi, penetapan bulan Desember sebagai Bulan Gus Dur didedikasikan untuk memperingati meninggalnya almarhum KH Abdurrahman Wahid pada 30 Desember 2009.
Di Bulan Gus Dur, para pecinta Gus Dur akan membuat serangkaian acara untuk mengenang sosok Guru Bangsa sekaligus merawat ajaran-ajaran yang telah diberikan semasa mantan Presiden ke-4 Indonesia itu hidup. [Huda]