Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Snapback

AS Resmi Layangkan Surat ke PBB untuk Snapback



Berita Baru, Internasional – Pada hari Kamis (20/8), Amerika Serikat secara resmi menjalankan mekanisme ‘snapback’ di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Snapback secara otomatis akan memulihkan embargo senjata terhadap Iran dalam 30 hari jika badan tersebut tidak mengambil tindakan lebih lanjut untuk menghentikannya.

Secara resmi, Duta Besar AS untuk PBB Kelly Craft mengrimkan surat resmi kepada Indonesia, yang saat ini merupakan Ketua Dewan Keamanan PBB.

Dalam surat itu, Craft mengatakan bahwa sanksi internasional terhadap Iran yang dicabut pada tahun 2015 harus diberlakukan kembali, karena AS menjalankan fungsi yang dirancang untuk melakukannya, seperti dilansir dari Sputnik.

“Sesuai dengan paragraf 11 dari resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 (2015), saya menulis untuk memberi tahu Dewan Keamanan, atas nama pemerintah saya, bahwa Iran tidak melaksanakan komitmennya secara signifikan di bawah Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA),” kata Craft.

“Berdasarkan pemberitahuan ini, yang dibuat oleh Amerika Serikat sebagai salah satu peserta JCPOA yang diidentifikasi dalam paragraf 10 resolusi 2231, proses yang ditetapkan dalam paragraf 11 dan 12 [tentang pengembalian semua sanksi PBB terhadap Iran] dari resolusi yang mengarah pada penerapan kembali tindakan tertentu yang diakhiri berdasarkan paragraf 7 (a) telah dimulai,” tulis Craft dalam pernyataan resminya.

Selain itu, Craft juga mulai bergerak menekan pihak ketiga, Inggris, yang juga sekutu AS, untuk mendukung posisi Washington
Sebelumnya, Rabu (19/8), Presiden Trump mengumumkan niatnya untuk menggunakan mekanisme ‘snapback’ dalam Resolusi DK PBB 2231, meskipun perdebatan terus berlanjut tentang apakah Washington memiliki kemampuan untuk melakukannya atau tidak.

Presiden Trump telah mempertahankan klaimnya bahwa Iran secara diam-diam melanggar ketentuan JCPOA sejak Mei 2018. Dengan demikian, ia membenarkan bahwa AS melakukan hal yang benar saat mengundurkan diri secara sepihak pada tahun 2018 dan menerapkan kembali sanksi kepada Iran.

Sementara itu, Kamis (20/8), Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menerbitkan sebuah surat yang berjudul ‘lembar fakta tentang upaya AS yang tidak sah dan kejam untuk memberlakukan kembali sanksi PBB terhadap Iran.’


Dalam lembar fakta itu, pada intinya disebutkan bahwa AS tidak memiliki hak untuk menggunakan fungsi ‘snapback’ dari Resolusi. 2231.

“Istilah ‘snapback’ tidak pernah digunakan baik dalam Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) atau Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231,” tulis lembar fakta itu.

“Sebaliknya, AS sengaja menggunakan istilah tersebut untuk berkonotasi dengan kecepatan dan otomatisitas. Kata-kata dalam Resolusi 2231 sebenarnya adalah ‘penerapan kembali ketentuan resolusi yang dihentikan,’ yang membutuhkan proses rumit dan memakan waktu – dimaksudkan untuk melestarikan JPCOA dan tidak menghancurkan Itu,” imbuh lembar fakta itu.

AS Resmi Layangkan Surat ke PBB untuk Snapback
Lembar fakta tentang upaya AS yang tidak sah dan kejam untuk memberlakukan kembali sanksi PBB terhadap Iran. Foto: Twitter.

Posisi Teheran didukung oleh Rusia dan China, dua negara dengan kursi permanen dan hak veto di Dewan Keamanan PBB.

Di samping itu, Kementerian Luar Negeri Inggris serta Prancis dan Jerman (mereka menyebutnya negara E3), dua sekutu AS lainnya yang menjadi pihak JCPOA, merilis pernyataan bersama yang menolak upaya AS untuk menerapkan mekanisme ‘snapback’.

Dalam pernyataan tersebut, negara-negara E3 menyatakan bahwa mereka tidak dapat ‘mendukung tindakan ini yang tidak sesuai dengan upaya kami saat ini untuk mendukung JCPOA.’

Namun, mereka juga menyerukan kepada Iran untuk “membalikkan semua tindakan yang tidak sesuai dengan komitmen nuklirnya dan kembali ke kepatuhan penuh tanpa penundaan” untuk mempertahankan perjanjian tersebut.

Pada gilirannya, Kamis (20/8), Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) mengatakan bahwa sehubungan dengan langkah terbaru AS, Iran akan melanjutkan penyimpanan uranium yang diperkaya lebih tinggi daripada yang diizinkan oleh JCPOA. Namun, pengayaan itu hanya untuk mengejar proyek pembangkit listrik tenaga nuklir, bukan untuk senjata nuklir.