Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

AJI dan LBH Pers Mengecam Intimidasi terhadap Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi di Desa Wadas

AJI dan LBH Pers Mengecam Intimidasi terhadap Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi di Desa Wadas



Berita Baru, Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, menyayangkan dugaan upaya pelambatan internet yang dialami warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Ketua AJI Yogyakarta, Shinta Maharani menduga tindakan tersebut adalah unsur kesengajaan guna melancarkan pengukuran tanah untuk penambangan batuan andesit yang ditolak warga Wadas.

“Aksi pelambatan ini mulai terjadi menjelang ribuan polisi dan BPN mengukur tanah lokasi penambangan batu kuari di Desa Wadas, Selasa, 8 Februari 2022. Bahkan perlambatan internet itu masih terjadi hingga Rabu, 9 Februari 2022,” kata Ketua AJI Yogyakarta, Shinta Maharani.

Hal itu diungkap AJI Yogyakarta dalam pernyataan sikapnya bersama AJI Semarang, AJI Purwokerto, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Yogyakarta yang diunggah dalam laman resminya ajiyogyakarta.com, Rabu (9/1).

“Melalui dugaan pelambatan akses jaringan internet tersebut, ada upaya agar publikasi informasi atas aksi kekerasan aparat terhadap warga yang menolak pelaksanaan pengukuran tanah itu bisa dihambat, sehingga tidak diketahui publik,” jelasnya.

Shinta Maharani menyebut hal serupa juga pernah terjadi terjadi di Papua. Akibatnya, pada Juni 2020 pemerintah Indonesia pernah diputus bersalah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta tentang pemblokiran akses internet di Papua pada 2019.

Lebih lanjut ia menyampaikan, pernyataan bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2015 menegaskan, berdasarkan Undang-Undang Hak Asasi Manusia, pemadaman jaringan internet tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. 

“Bahkan, pelapor Khusus PBB untuk kebebasan berekspresi David Kaye menyebut, bahwa pemadaman akses internet adalah pelanggaran terhadap hukum internasional,” ujarnya.

Pembatasan jaringan internet dan media sosial, lanjut Shinta Maharani, juga membatasi kebebasan pers dan kebebasan berpendapat. Tindakan ini merugikan akses warga terhadap layanan publik.

“Hal yang paling penting, pelanggaran itu telah merampas hak asasi orang untuk berkomunikasi dengan keluarga, publik, terutama ketika keamanan publik telah diganggu,” tegasnya.

Selain soal internet, aparat kepolisian juga ada yang mencoba menghambat kerja jurnalis dalam meliput pengukuran tanah yang diikuti dengan tindakan intimidasi yang dilakukan polisi.

“Jurnalis Sorot.co sempat diminta oleh aparat polisi tak berseragam menghapus rekaman video tentang aksi kekerasan polisi terhadap warga yang diambilnya dalam proses peliputan,” ungkap Ketua LBH Pers Yogyakarta, Pito Agustin.

Menurutnya, aksi intimidasi yang dilakukan aparat polisi berbaju preman terhadap jurnalis Sorot merupakan tindakan menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi undang-undang.

“Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta,” terang Pito Agustin.

Ia juga mengatakan, upaya pembungkaman terhadap kebebasan pers berlanjut terhadap peretasan akun media sosial milik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, selaku tim kuasa hukum warga Desa Wadas.

“Akun Instagram LBH Yogyakarta mendadak hilang pada Selasa, 8 Februari 2022. LBH Yogyakarta sempat mengunggah berbagai informasi mengenai represi aparat di Desa Wadas,” tutur Pito Agustin.

“Kami menilai, peretasan akun media sosial LBH Yogyakarta telah memutus akses keterbukaan informasi bagi publik terkait perkembangan terkini situasi di Desa Wadas yang dilindungi Undang-undang,” imbuhnya.

Bahkan pihaknya juga mendapat informasi, pada hari ini, Rabu, 9 Februari 2022 aparat polisi melakukan sweeping terhadap handphone milik warga di Wadas. Hal ini tentu tidak bisa dibenarkan karena tidak ada landasan hukumnya.

Menurut Pito Agustin, tindakan aparat kepolisian tersebut diduga melanggar hak kebebasan berekspresi dan berpendapat yang diatur dalam Pasal 28F UUD 1945 juga diduga melanggar Pasal 22 ayat 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Atas kasus-kasus represif oleh aparat kepolisian itulah, AJI Yogyakarta, LBH Pers Yogyakarta bersama AJI Semarang, AJI Purwokerto, mengecam intimidasi yang dilakukan oleh beberapa anggota kepolisian terhadap jurnalis Sorot.co.

Kedua, meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk memerintahkan jajarannya di Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri untuk memproses intimidasi tersebut sesuai dengan UU Pers.

Mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Tengah untuk menegaskan kepada anggota kepolisian agar tidak menghalang-halangi tugas jurnalis saat melakukan peliputan di Desa Wadas

Selain itu, mengecam aksi peretasan terhadap akun media sosial LBH Yogyakarta dan dugaan tindakan pelambatan akses internet di Wadas serta sweeping alat komunikasi warga Wadas.

Mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Tengah untuk menghentikan tindakan intimidatif dan represif yang dilakukan terhadap warga Wadas dan tim kuasa hukum LBH Yogyakarta.

Dan juga mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.