ABK Kapal China: Saya Terpukul Melihat Jenazah Kawan Saya Dibuang
Berita Baru, Jakarta – Beredarnya video pelurungan tiga jenazah Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal berbendera China, Long Xing 629, membuat publik geram. Pasalnya, pelarungan itu selain tidak layak juga tidak sesuai dengan kontrak kerja yang disepakat, bahwa jika ada ABK yang meninggal jenazahnya akan dibawa ke daratan terdekat.
Melansir dari video yang dirilis BBC Indonesia, salah seorang ABK yang berada di kapal yang sama dengan korban menceritakan pengalamannya. ABK yang tidak disebut namanya itu, mengaku terpukul. Ia baru pertama kali melihat jenzah ABK dilarung ke laut begitu saja.
“Kalu ini adalah pengalaman pertama saya, bekerja dikapal asing, terutama di kapal ikan. Setelah kejadian ini saya sangat terpukul juga, melihak kawan-kawan yang sudah pergi, meninggal begitu saja di laut, (jenazahnya) dibuang begitu saja ke laut,” katanya dalam sebuah wawancara daring.
Ia menyebut, rekannya meninggal karena sakit. Semula ia dan teman-temannya meminta jenazaj itu dibawa ke darat untuk dimakamkan secara layak.
“Kami minta jenazahnya kalau bisa dipulangkan. Kalau gak bisa, dibawa ke darat, di negara mana saja yang penting mereka dibsa dikubur sacara layak. Tapi mereka (kapten kapal) bilang tidak bisa,” terangnya.
Sementara itu, ABK lain yang juga satu kapal, mecerikan jawaban kapten kapal yang mengatakan: “Semua negara tidak terima kalau kita bawa mayat ke darat.”
Para ABK menyebut kesepakatan dengan agensi: “Bila ada yang meninggal, jenazah disimpan untuk kelak dimakamkan”. Namun yang terjadi sangat bertolak belakang.
“(Jenazah mereka) kami salatkan, kami mandikan. Setelah itu baru dibuang gitu pak,” seorang ABK mencerikan proses sebelum pelarungan.
Kapten Kapal mengklaim, pelarungan jenazah ke laut karena kematian diduga karena penyakit menular.
Pelarungan Legal Menurut Hukum
Masih mengutip BBC Indonesia, yang menulis pernyataan Koordinator ILO Asia Tenggara, Abdul Hakim mengatakan pelarungan diatur dalam ILO Seafarers Regulation.
“Aturan itu memperbolehkan Kapten Kapal melarung jenazah dalam kondisi jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas penyimpanan jenzah, yang bisa berdampak pada kesehatan awak kapal lainnya,” terang Hakim.
Dari info yang diperoleh KBRI, pihak kapal telah memberitahu keluarga dan mendapat persetujuan. “Pelarunga di laut tertanggal 30 Maret 2020, Keluarga sepakat menerima konpensasi dari pihak kapal,” kata Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri RI.
Pernyataan Menlu tersebut berbeda dengan yang disampaikan Kepala Bidang Pelayanan Komunikasi Publik Dinas Kominfo OKI, Adi Yanto. Ia mengatakan pemerintah kabupaten melalui Camat Sirah Pulau Padang telah mendatangi rumah kedua keluarga ABK asal Palembang, dua dari 4 jenazah korban meninggal di kapal China.
“Sebelum viral keluarga sudah tahu kalau keduanya meninggal, tapi mereka baru tahu jenazahnya dilarung ke laut bukan di makamkan seperti biasa,” kata Adi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (8/5).
Kerja di Luar Batas
Dari cerita para ABK mereka mendapatkan perlakuan kurang layak dari awak kapal lain (asli China). Mereka mengaku mendapat diskriminasi dengan bekerja selama 18 jam dan hanya punya waktu 6 jam untuk makan dan istirahat.
Sementara soal makan juga dibedakan, ABK asal Indonesia minum air punyilngan dari lait sementara awak kapal lain minum air mineral. “Soal makan, mereka makan yang seger-seger. Bedalah sama kami,” kata seorang ABK.