Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

LSI: Mayoritas Publik Menilai Korupsi di Indonesia Meningkat
Foto: Istimewa

LSI: Mayoritas Publik Menilai Korupsi di Indonesia Meningkat



Berita Baru, Jakarta – Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terkait persepsi publik atas pengelolaan dan potensi korupsi sektor Sumber Data Alam Indonesia.

Dalam temuan LSI, secara umum publik prihatin dengan sejumlah masalah yang dihadapi bangsa, antara lain korupsi, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi serta kerusakan lingkungan, demokrasi, dan perubahan iklim.

“Mayoritas publik nasional (60%) menilai bahwa tingkat korupsi di Indonesia dalam dua tahun terakhir meningkat,” kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam rilisnya, Minggu (8/8).

Menurut Djayadi, publik menilai bahwa korupsi cukup luas terjadi dibidang pengeloalaan SDA. “Penangkapan ikan oleh kapal asing, pertambangan yang dikelola perusahaan asing dan BUMN/BUMD banyak dinilai sangat luas/luas korupsinya,” terangnya.

Publik di Kalimantan Timur, lanjut Djayadi, tampak paling banyak menilai luas korupsi di berbagai bidang SDA. Selain itu, publik tampak memiliki variasi sikap atas siapa yang sebaiknya mengelola usaha SDA.

“Pihak asing paling banyak menimbulkan sentimen di kalangan publik. Sebaliknya, publik tampak lebih percaya pada BUMN atau koperasi warga,” terangnya.

Dalam data LSI disebutkan, pandangan bahwa BUMN lebih pantas mengelola usaha SDA adalah pada bidang pertambangan (44%), penangkapan dan ekspor margasatwa (32%), dan pemrosesan dan impor sampah (31%). Sedangkan Koperasi Warga paling banyak dinilai cocok mengelola penangkapan ikan dan sumber daya laut (38%).

“Sentimen pada perusahaan asing, katanya, tampak jelas dalam bentuk persetujuan akan pembatasan investasi asing. Pembatasan ini karena terdapat persepsi bahwa perusahaan asing hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri atau tidak bekerja untuk kebaikan rakyat, serta persepsi bahwa Indonesia akan lebih mandiri, dan mendatangkan pendapatan lebih besar jika mengelola SDA sendiri.

“Sedangkan efek polusi lingkungan dan korupsi dari perusahan asing sangat sedikit menjadi alasan resistensi pada perusahaan asing,” tukas Djayadi.