Terkait Kekerasan Seksual di Luwu Timur, Komnas Perempuan Ingatkan Dampak Psikologis Korban
Berita Baru, Nasional – Kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak yang terjadi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menjadi perhatian Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Komisioner Komnas Perempuan (Ketua Sub Kom Partisipasi Masyarakat) Veryanto Sitohang menyesalkan tindakan kepolisian yang menghentikan penyelidikan kasus ini.
Menurutnya, kasus ini menjadi kesempatan bagi kepolisian untuk memperbaiki kinerjanya, menunjukkan keberpihakan dan secara aktif menemukenali terobosan hukum sebagai bentuk jaminan hak korban atas keadilan. “Komnas Perempuan telah meminta kepolisian agar membuka dan memproses kasus tersebut kembali,” imbuh Very.
Dampak psikologis korban kekerasan seksual
Selain itu, Komnas Perempuan juga menyoroti konsekuensi psikologis yang rentan menjerat korban. Terlebih dalam hal ini, ketiga korban adalah anak-anak yang haknya telah diatur dalam UU No. 35 tahun 2014 perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Maka untuk hal tersebut, Komnas Perempuan menyarankan agar kepolisian menggunakan visum et psykiatri sebagai bukti untuk mengecek trauma korban,” ujar Very.
Demi memfasilitasi perlindungan terhadap korban, Very mengingatkan kepolisian untuk melibatkan pendamping hukum dan psikologi bagi korban serta para ahli, sehingga perspektif perlindungan korban dapat terjaga.
Sahkan RUU-PKS
Dengan diangkatnya kasus tersebut, Komnas Perempuan menilai semakin urgen bagi pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS). “Ini menjadi momentum untuk mengingatkan bahwa pemerintah perlu segera mengesahkan RUU-PKS yang memberikan jaminan bahwa hak korban atas perlindungan, keadilan dan pemulihan dapat diwujudkan,” kata Very.
Kabar terakhir mengenai RUU-PKS, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menghapus lima dari sembilan jenis kekerasan seksual dari draf RUU tersebut. Artinya, hanya tersisa empat jenis, dan judulnya pun direncanakan akan diubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak di Sulawesi ini bermula ketika pada Oktober 2019, Lydia (bukan nama sebenarnya), seorang ibu tunggal, mendapati anaknya mengeluh kesakitan pada area kewanitaan. Diketahui kemudian bahwa ketiga anak Lydia yang semuanya masih berumur di bawah 10 tahun telah dilecehkan oleh ayah kandungnya yang merupakan mantan suami Lydia, seorang aparatur sipil negara (ASN) yang kini menjabat di kantor pemerintahan daerah.
Kasus yang terjadi pada Oktober 2019 ini kembali menjadi perhatian publik setelah Project Multatuli menerbitkan liputan berjudul “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor Polisi, Polisi Menghentikan Penyelidikan” pada 6 Oktober lalu.