Kasus Baiq Nuril Jadi Perhatian Dunia
Beritabaru.co, Internasional. – Berawal dari kejadian pada tahun 2012, Baiq Nuril yang pada saat itu bekerja sebagai guru honorer di Sekolah Menegah Atas Negeri (SMAN) 7 Kota Mataram merekam dan menyimpan pembicaraan telpon dengan Muslim, Kepala Sekolah tersebut. Materi percakapan yang berisi cerita tentang pengalaman seksual dengan wanita lain, yang juga mengarah pada pelecehan seksual pada dirinya.
Rekaman percakapan tersebut kemudian diberikan oleh Baiq Nuril kepada rekannya, bernama Imam, yang kemudian beredar luas di tengah masyarakat. Muslim pun melaporkan Baiq Nuril ke polisi. Kasus tersebut kemudian bergulir sampai meja hijau, dimana Pengadilan Negeri Kota Mataram memutus vonis bebas.
Jaksa yang tidak menerima putusan hakim, mengajukan banding hingga tingkat kasasi, sehingga Mahkamah Agung menjatuhkan vonis hukuman 6 bulan penjara serta denda sebesar Rp500 juta karena diyakini telah melanggar UU tentang ITE.
Kuasa hukum Baiq Nuril kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap vonis kasasi Mahkamah Agung tersebut. Pada Jumat (5/7/2019) Joko Jumadi, kuasa hukum Baiq Nuril mengaku telah mendapatkan informasi bahwa PK mereka telah ditolak MA. Ia menegaskan bahwa kliennya akan mengajukan amnesti kepada Presiden Joko Widodo agar terbebas dari vonis MA.
The New York Times Mengulas Kasus Baiq Nuril
Sesaat setelah berita di dalam negeri diramaikan oleh penolakan Mahkamah Agung (MA) terhadap Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril, media internasional terkemuka merilis berita tersebut. Berita yang menarik perhatian dunia tersebut berjudul For Recording Her Boss’s Lewd, She, Not He, Will Go to Jail.
Dalam pantauan redaksi beritabaru.co, media terkemuka tersebut juga pernah menurunkan berita tentang kasus pelecehan seksual yang menimpa Baiq Nuril pada 12 Januari 2019 lalu.
Di sisi lain, reaksi atas penolakan PK Baiq Nuril tersebut juga langsung mendapatkan respon oleh Robikin Emhas, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum. Ulama muda tersebut mengatakan bahwa Baiq Nuril ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, karena sudah mendapatkan perlakuan tak patut lalu tetap dipenjara.
“Mendatang kita berharap, penegakan hukum harus betul-betul merasakan denyut nadi berupa rasa keadilan yang hidup dan berkembang di masyarakat (living law). Sehingga living law menjadi elemen penting dalam proses penegakan hukum pidana”. Pungkas Kiai Robikin.