Reformasi Kebijakan Subsidi, Ratna Juwita: Harus Serius dan Transparan
Berita Baru, Jakarta – Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Ratna Juwita Sari mengapresiasi kebijakan reformasi subsidi yang direncanakan pemerintah. Namun, menurutnya jika pemahaman terhadap distribusi penerimanya jelas.
Ratna menyampaikan dalam pelaksanaan reformasi subsidi harus dipersiapkan dengan serius, transparan benefit oriented, dan tetap memegang prinsip kehati-hatian.
“Jika memang disampaikan bahwa selama ini banyak distribusi yg kurang tepat sasaran, berarti tidak menutup kemungkinan reformasi kebijakan subsidi kedepan yang formatnya adalah transformasi dari subsidi by komoditas menjadi subsidi by person juga akan menimbulkan polemik,” ujarnya kepada Beritabaru, Jumat (26/6).
Selanjutnya, Ratna mengingatkan bahwa pemerintah perlu menyiapkan basis data yang akurat, mengingat DTKS di tiap-tiap daerah belum semuanya terupdate.
“Belum lagi masalah UMKM, yg selama ini sangat terbantu dg adanya subsidi listrik, solar, maupun LPG 3 kg,” jelasnya.
Selain itu, Ratna juga mengimbau agar pemerintah memikirkan implikasi sosial yg akan ditimbulkan akibat adanya lonjakan kenaikan harga komoditas yg dicabut subsidinya.
“Saya rasa ini bukanlah tindakan yg elok untuk dimasa pandemi Covid – 19,” pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dilaporkan mendapati penyaluran subsidi energi kepada masyarakat yang tidak tepat sasaran.
Kepala BKF Febrio Kacaribu menjelaskan, ada tiga jenis subsidi energi yang disalurkan kepada masyarakat, yakni subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, subsidi gas elpiji 3 kg, dan subsidi listrik.
Berdasarkan catatan BKF, subsidi yang disalurkan kepada masyarakat saat ini tidak menyasar kepada golongan 40% masyarakat miskin.
“Artinya, orang yang seharusnya mendapatkan, malah tidak mendapatkan [subsidi]. Ini tidak tepat sasaran dan memang terjadi pemborosan,” kata Febrio di ruang rapat Banggar DPR, Kamis (25/6).
Oleh karena itu, pemerintah memandang, skema penyaluran subsidi energi tidak efisien dan mengakibatkan masalah kurang bayar yang menjadi piutang pemerintah kepada dua BUMN plat merah yang mendapatkan tugas dari pemerintah, yakni PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero). [*]