Dokter Lakukan Uji Coba Obat HIV dan Ebola kepada Pasien Virus Corona
Berita Baru, Internasional – Para dokter sedang melakukan uji coba formulasi obat terbaru untuk manangani virus Corona. Mereka melakukan dua uji coba pemakaian obat HIV dan Ebola kepada pasien virus corona.
Dilansir dari The Guardian, Jumat (21/2), jadwal untuk hasil awal dari dua uji coba yang berlangsung di China cukup singkat, tetapi layak karena sebagian besar orang sakit terkonsentrasi di provinsi Hubei.
Dalam uji coba ini para peneliti mengambil sampel pasien dari daerah pusat wabah di Hubei. Pasien memiliki rentang usia sama, kebugaran dan tahap penyakit untuk dibandingkan.
Dua uji coba dipercepat atas rekomendasi para ahli WHO, pasien pertama diberikan Kaletra yang dipakai untuk penderita HIV. Obat ini adalah kombinasi dari dua antiretroviral, lopinavir dan ritonavir, para ilmuwan sedang menunggu hasil dari 200 orang pertama yang dirawat dengan itu.
Obat lain yang masuk dalam pengujian adalah remdesivir, dibuat oleh Gilead. Obat ini telah diuji selama wabah Ebola di Republik Demokratik Kongo pada tahun 2018 tetapi tidak cukup efektif terhadap virus itu.
Percobaan remdesivir yang baru akan menyelidiki seberapa baik kinerjanya pada pasien dengan tingkat sedang dan berat dibandingkan obat lain yang diberi plasebo.
Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, mengatakan pada hari Kamis (20/2), akan ada hasil awal dalam tiga minggu. Obat-obatan yang dipilih telah diprioritaskan oleh para ahli penelitian dan pengembangan organisasi.
Obat ketiga, klorokuin antimalaria, yang sedang digunakan di China, tidak dalam uji coba, kata WHO.
Tedros mengatakan tim internasional yang dipimpin oleh WHO yang berada di China, sedang mendiskusikan dengan pekerja garis depan tentang kemanjuran berbagai perawatan. Penting untuk menguji dan mendiagnosis orang dengan segera katanya, karena “pasien sebelumnya diuji dan diobati, semakin baik mereka melakukannya”.
Tidak ada terapi yang terbukti ampuh menyembuhkan Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona, sama seperti tidak ada untuk Sars (sindrom pernapasan akut yang parah). Kaletra sedang diujicobakan di Mers (sindrom pernapasan Timur Tengah) tetapi kasusnya terlalu sedikit untuk mendapatkan hasil dengan cepat.
Tedros mengatakan timnya akan terus maju dengan vaksin untuk jangka panjang meskipun hal ini bisa memakan waktu sekitar 18 bulan.
Tim tersebut terdiri dari para ahli dari beberapa negara, termasuk AS meskipun keduanya sedang bersitegang dalam sektor perdagangan. Lainnya berasal dari Jerman, Jepang, Nigeria, Rusia, Korea Selatan dan Singapura.