Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

12 Orang Sipi Dibantai KKB, Mahfud MD Sebut Pemerintah Tetap Gunakan Pendekatan Keamanan

12 Orang Sipi Dibantai KKB, Mahfud MD Sebut Pemerintah Tetap Gunakan Pendekatan Keamanan



Berita Baru, Jakarta – Menko Polhukam Mahfud menyampaikan pemerintah tetap menggunakan menggunakan pendekatan keamanan dalam tertib sipil.

Hal itu ia sampaikan merespon beragam pertanyaan sikap pemerintah terkait peristiwa pembantaian 12 orang sipil, 10 diantaranya meninggal dunia, oleh Kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.

“Ada yg bertanya kepada saya, apakah peristiwa pembantaian 12 orang sipil (10 meninggal dunia) oleh KKB di Papua tidak mendorong Pemerintah melakukan tindakan khusus?,” tulis Mahfud MD pada akun Instagram pribadinya, Rabu (20/7).

“Saya jawab, sampai sekarang kita tetap menggunakan pendekatan keamanan dalam tertib sipil,” sambungnya.

Mahfud menjelaskan pendekatan tersebut tidak dilakukan dengan operasi khusus. Namun ada aparat reguler yang meningkatkan kewaspadaan di sana.

“Pendekatannya teritorial, menggunakan aparat reguler, bukan operasi khusus. Tetapi kewaspadaan dan kecermatan ditingkatkan,” tuturnya.

Adapun terkait pro-kontra pemekaran wialayah atau DOB di Papua, Menko Polhukam Mahfud MD menyebut banyak tokoh dan masyarakat papua yang mendukung.

“Kalau soal ada yg menolak pemekaran wilayah atau DOB, ya biasa saja. Kan lebih banyak yg mendukung, baik rakyat maupun tokoh-tokohnya. Dukungan sangat masif dan meriah,” terangnya.

“Kalau OPM, ya memang sejak awal menolak pemekaran. Kalau menunggu semua orang setuju atas satu rencana kebijakan, takkan pernah ada kebijakan. Di dalam negara demokrasi, biasa ada yang setuju dan tak setuju,” ujar Mahfud MD.

Lebih lanjut Mahfud menyampaikan, memang ada bias opini yang sering dikembangkan oleh kelompok-kelompok tertentu terkait Papua.

Ia mencontohkan terkait opini bahwa di Papua terjadi pelanggaran HAM oleh aparat sampai-sampai disoroti oleh dunia internasional.

“Itu adalah hoaks, karena faktanya KKB yang membunuh warga masyarakat atau warga sipil dgn keji,” kata Mahfud.

Salah satu contoh hoaks yang lain, katanya, pada 2021 Indonesia mendapat 19 surat peringatan dari Special Procedure Mandate Holders (SPMH) PBB di Jenewa. Namun faktanya tidak ada peringatan atau sorotan itu.

“Tanggal 13-14 Juni 2022 lalu, saya hadir pada Sidang Komisi Tinggi HAM PBB di Jenewa untuk menyampaikan pidato pemajuan HAM. Ternyata pada Pembukaan Sidang KTT HAM Ke 50 itu, Indonesia tidak disebut sebagai negara yang disorot atau dirujuk, padahal ada 49 negara yg disorot dgn 32 sorotan negatif. Indonesia tidak disebut sama sekali sejak sidang-sidang KT HAM PBB tahun 2020,” terang Mahfud MD.

Adapun soal surat dari SPMH, katanya, bukan sorotan atau investigasi melainkan penerusan surat dari masyarakat untuk diketahui. Tapi isi surat itu tidak pernah dibicarakan di KT HAM PBB.

“Ketika Indonesia mendapat penerusan 17 surat dari SPMH PBB, pada kurun waktu yang sama Amerika Serikat mendapat penerusan lebih dari 70 surat. Banyak negara lain sperti Iran, India, Malaysia juga mendapat surat-surat penerusan yang sama. Surat-surat Itu bukan sorotan pelanggaran HAM oleh PBB, melainkan penerusan surat biasa untuk diketahui dan dipersilahkan untuk menjelaskan kalau negara yang bersangkutan mau menjelaskannya. Penjelasan tersebut nanti dipasang di website SPMH. Itu saja,” ujarnya.

“Tapi oleh kelompok-kelompok tertentu dihembuskan bahwa PBB akan melakukan investigasi. Ada yang gagah-gagahan mengumumkan telah membentuk tim untuk menyambut Tim SPMH dari PBB guna menyampaikan pengaduan. Padahal tidak ada rencana kunjungan, apalagi investigasi tersebut dari PBB. Buktinya sampai sekarang tidak ada apa-apa. Waktu saya datang ke markas PBB pun tidak ada catatan apapun,” lanjutnya.

Bahkan, kata Mahfud, ketika dirinya bertemu langsung dengan Komisioner Tinggi HAM PBB Michelle Buchelet ia dan lima anggota delegasi dari Indonesia mendengar langsung bahwa sang komisioner memberi apresiasi atas perkembangan terakhir yang dilakukan oleh kejaksaan Agung RI.

“Masyarakat belum tahu dan harus tahu bahwa SPMH itu bukan orang PBB yang bisa menilai dan menyelidiki pelanggaran HAM di suatu negara atas nama KT-HAM PBB,” tuturnya.

“Jadi tanpa bermaksud mengatakan bahwa Indonesia benar-benar bersih dari pelanggaran HAM, kita pastikan bahwa KT-HAM PBB sudah tiga kali sidang tahunan (sejak tahun 2020), tidak menyebut Indonesia sebagai salah satu negara yang disorot atau dirujuk. Saya mengapresiasi hasil diplomasi Kementerian Luar Negeri yang mampu menjelaskan hal itu ke dunia internasional,” pungkas Mahfud.