Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jemaat Ahmadiyah
Jemaah Ahmadiyah Parakansalak melaksanakan Sholat Idul Fitri di luar masjid yang dibakar pada tahun 2008.

YLBHI Kritik Larangan Jemaat Ahmadiyah Gelar Bazar Kemerdekaan di Sukabumi



Berita Baru, Sukabumi – Jelang peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-79, Jemaat Ahmadiyah Parakansalak di Sukabumi, Jawa Barat, menghadapi pelarangan dari Kepala Desa Parakansalak, Rini Mulyani, dan Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopicam). Larangan tersebut menghalangi rencana jemaat Ahmadiyah untuk menggelar Semarak Bazar Kemerdekaan yang sudah dijadwalkan dengan baik. Bazar ini direncanakan untuk membantu warga kurang mampu dengan menyediakan sembako murah.

Pelarangan ini dianggap oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sebagai bentuk diskriminasi dan pelanggaran konstitusi. Muhamad Isnur, Ketua Umum YLBHI, menilai langkah tersebut sebagai kejahatan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia. “Partisipasi publik dijamin oleh konstitusi. Pelarangan ini melanggar UUD 1945. Yang sangat menyedihkan, diskriminasi ini dilakukan hanya karena perbedaan dan keragaman keyakinan,” ujar Isnur, dikutip dari postingan akun instagram Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, @ajiyogyakarta, yang di rilis pada Selasa (13/8/2024).

Tanggapan jemaat Ahmadiyah datang dari Asep Saepudin, pimpinan Jemaat Ahmadiyah Parakansalak, yang menyampaikan bahwa meski bazar resmi dilarang, penjualan sembako tetap akan dilakukan secara terbatas untuk jemaat internal. “Semarak Bazar dalam Rangka Memperingati HUT RI ke-79 tidak jadi dilaksanakan di gelar karena terbitnya Surat Kepala Desa dan Forkopicam. Tetapi penjualan sembako tetap akan dilakukan untuk interna jemaat. Bila ada warga yang antusias dan niat membeli sembako akan dilayani layaknya pembeli,” jelas Asep.

YLBHI menegaskan bahwa setiap warga negara, termasuk jemaat Ahmadiyah, berhak untuk melakukan kegiatan sosial yang damai tanpa adanya tindakan kriminal. Isnur mendesak pemerintah pusat, termasuk Presiden, Kemendagri, Polri, dan TNI, serta Ombudsman RI, untuk memberikan sanksi tegas terhadap Kepala Desa dan Forkopicam yang dinilai melanggar hak konstitusi. “Tidak bisa pemerintah mendiamkan oknum-oknum pejabat pemerintah yang melakukan praktik-praktik diskriminatif atas nama keyakinan,” tegas Isnur.

Pelarangan terhadap jemaat Ahmadiyah ini dianggap melanggar aturan tertinggi negara, yaitu Konstitusi RI, karena didasarkan pada aturan diskriminatif seperti SKB Tahun 2008 tentang Ahmadiyah, Pergub Jawa Barat Tahun 2011 tentang larangan kegiatan Ahmadiyah, dan Perda Kabupaten Sukabumi tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.

Isnur juga mengkritik sikap negara yang dinilai kurang aktif dalam menyediakan ruang dialog kebinekaan. “Negara harusnya secara aktif mengedukasi dan menyediakan ruang-ruang dialog ketika terjadi pertentangan di masyarakat, bukan menyingkirkan kalangan yang sedikit dan mengistimewakan kepentingan kelompok mayoritas,” kata Isnur. Ia menambahkan bahwa peristiwa ini sangat menyedihkan dan mencerminkan kegagalan aparat dalam menghormati keanekaragaman keyakinan yang ada di Indonesia.