Warga Afghanistan Meninggal di Stasiun Sudirman, SUAKA Desak Perlindungan Kesehatan Mental untuk Pengungsi
Berita Baru, Jakarta – Seorang pengungsi laki-laki asal Afghanistan, NMS, ditemukan meninggal dunia di stasiun Sudirman pada 31 Juli 2024 sekitar pukul 5 pagi. Berdasarkan laporan media, NMS diduga melompat saat kereta sedang berjalan. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) telah merespon kejadian ini dan masih melakukan investigasi lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti kematiannya.
Berdasarkan laporan SUAKA, NMS terindikasi mengalami depresi akibat ketidakjelasan masa depan dan minimnya perlindungan sebagai pengungsi di Indonesia. Tragedi ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat mengenai urgensi perlindungan dan advokasi kesehatan mental bagi para pengungsi di Indonesia.
“Kami turut prihatin dengan tragedi ini. Bertahun-tahun pengungsi hidup tanpa perlindungan dan kesulitan pemenuhan hak dasar bagi dirinya berbuah pada satu dampak besar terhadap kondisi psikologis mereka. Intervensi lebih besar perlu dilakukan untuk meningkatkan resiliensi komunitas,” ujar Atika Yuanita, Ketua Perkumpulan SUAKA pada Kamis (1/8/2024).
Data yang dikumpulkan SUAKA menunjukkan bahwa peristiwa ini bukanlah yang pertama terjadi di Indonesia. Sejak tahun 2017, tercatat 19 pengungsi telah kehilangan nyawa karena depresi yang berujung pada bunuh diri. Tingginya angka bunuh diri ini disebabkan oleh beberapa faktor utama seperti lamanya proses menunggu resettlement, trauma masa lalu, dan kurangnya akses terhadap kebutuhan sehari-hari.
Sebuah riset oleh University of New South Wales (UNSW) bersama SUAKA, HOST International, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2023 menegaskan bahwa ketiga faktor tersebut menjadi penyebab utama stres pengungsi. Hingga kini, pemerintah Indonesia masih melarang pengungsi untuk bekerja dan mencari nafkah, serta tidak menyediakan akses layanan kesehatan yang terjangkau, khususnya untuk pemeriksaan mental. Masa tunggu yang lama untuk mendapatkan solusi komprehensif, termasuk penempatan ke negara ketiga, semakin memperparah kondisi ini.
“Situasi ini menjadi penegas mengenai pentingnya perlindungan serta respons tertarget pengungsi berbasis HAM baik melalui kebijakan dan intervensi kemanusiaan. Kami turut bersimpati dan upaya-upaya advokasi isu strategis terkait akan dilakukan secara kolaboratif bersama komunitas pengungsi kedepannya,” tambah Angga Reynady, Koordinator Pemberdayaan dan Bantuan Hukum.
SUAKA menyesalkan minimnya akses terhadap pencegahan dan asistensi yang tidak memadai untuk NMS. Mereka berharap pemerintah dapat memasukkan pengungsi sebagai penerima manfaat akses kesehatan publik yang sama dengan masyarakat Indonesia. Organisasi masyarakat sipil diharapkan dapat melakukan advokasi untuk meningkatkan perlindungan HAM serta mencari solusi komprehensif, termasuk memperluas angka resettlement bagi pengungsi di Indonesia. SUAKA berharap tragedi serupa tidak terjadi lagi di masa depan.