Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Tutupan Hutan Semakin Sempit, Walhi: Sulsel Menuju Kolaps
Ilustrasi penyempitan hutan (foto: Istimewa)

Tutupan Hutan Semakin Sempit, Walhi: Sulsel Menuju Kolaps



Berita Baru, Jakarta – Provinsi Sulawesi Selatan disebut menuju kehancuran atau kolaps imbas tutupan hutan yang semakin berkurang. Area hutan yang tersisa bahkan tidak sampai 40 persen.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel Muhammad Al Amin mengatakan tutupan hutan di Sulsel tersisa 32 persen atau sekitar 1.479.181,01 hektare. Sementara, 68 persen atau 3.180.562,41 hektare masuk ke dalam kategori tutupan nonhutan.

“Itu pemicu jalan menuju kolaps di Sulawesi Selatan,” kata Amin dalam pemaparan Catatan Tahunan Wahli 2021 dikutip Jumat (31/12).

Amin berkata, jika Sulsel kembali kehilangan 2 persen saja dari tutupan hutannya, maka provinsi tersebut benar-benar kolaps. Sebab, dalam Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan minimal tutupan hutan 30 persen.

“Hutan kita tinggal 32 persen, jadi kita sedang hidup di tanah yang berbahaya,” ucap dia.

Ia menyebut, potret tutupan hutan di beberapa kabupaten di Sulsel mengkhawatirkan. Tutupan hutan di Gowa dan Bantaeng merupakan yang terparah. Sementara, sebagian Luwu juga diprediksi akan menyusul kehancuran.

“Gowa hancur, Bantaeng parah, Luwu yang menjadi daerah penyanggah saat ini mengalami degradasi yang begitu luas. Yang tersisa hanya Luwu Utara dan Timur itu pun sedang diekspansi oleh tambang mineral nikel emas dan perkebunan skala besar,” jelas dia.

Amin menyebut, alih fungsi hutan bisa berdampak buruk ke berbagai hal. Sebab, fungsi hutan yang seyogianya sebagai penyanggah kehidupan manusia, habitat flora dan fauna serta mempunyai fungsi lingkungan esensial yang tinggi menjadi hilang.

“Tanah tanah yang bisa menjadi tempat peghidupan kita sudah tidak bisa berfungsi seperti biasanya. Krisis pangan terjadi, banjir di mana mana, udara tidak lagi sehat,” papar Amin.

“Tanah yang tersisa tinggal seribuan hektar. Ketika Makasaar menghadapi curah hujan di atas 300 mm per detik maka kota ini tidak bisa lagi bertahan di tengah krisisi iklim seperti itu. Kita hidup di kota yang sudah kolaps,” imbuhnya.

Amin menyebut tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menjadi tangkapan air terbesar di Sulsel juga dalam kondisi kritis. Ketiga DAS itu yakni Walanae, Saddang dan Jeneberang.

“Secara hitung hitungan tutupan hutan di tiga das besar di Sulsel itu ada dalam situasi yang membahayakan,” ucap dia.

Tutupan hutan di DAS Saddang saat ini tinggal 17,09 persen. Sementara curah hujan di Sulsel selalu di atas 200 mm per detik.

Sementara itu, di DAS Bila Wallanae tutupan hutan tersisa 14,32 persen dan DAS Jeneberang tersisa 16,82 persen.

“Maka orang orang yang hidup di das Saddang pasti akan mengalami bencana,” ucap dia.

“Gubernur tau enggak soal ini? Ini yang patut kita sampaikan pada gubernur kita karena gubernur kita sedang menyiapkan satu jalan menuju bebas hambatan menuju kolaps,” imbuhnya.