Tuberkulosis | Puisi-puisi Lailatul Kiptiyah
Tuberkulosis
batuk menahun itu bersarang nyaman
dalam tubuhmu
irama ritmis yang konstan
seolah ringan, melintasi jalan tenggorokan
udara malam, perangai pekerjaan
terjaring di timbunan debu
menggumpalkan dahak; lendir sekental liur
pada buah kenitu
lalu darah memancar selancar air dari bibir krandi sela batuk yang kerap kala dini hari
menggenapkan anemia, melimbungkan diri
selanjutya, kau bersama kumpulan di barak itu
berharap ada kandungan berkat
pada tiap tablet rifampizin, ethambutol, isoniazid
juga pyrazinamide
mengeringkan radang yang menggenang pilu
di sepasang rawan paru-paru
Ampenan, 2021-2022
Mioma
sebagaimana janin, berkat yang beruluk salam takzim
kau, mioma, bercukul tumbuh
bermukim di tepi rahim
ketika janin membesar, serat urat dagingmu
ikut mekar
menggulung membusung
hingga tiga puluh sembilan minggu
kau bersama janin kukandung
fibroid yang teguh memeluk uteri
memanjangkan garis-garis mimpi
hingga akhirnya kau yang lengket pada usus
namun tak memberiku rasa sakit itu
membiak diri, melebihi kepala jabang bayi
diangkat berpasang-pasang tangan
selepas jabang bayi dikeluarkan
untuk dibawa sepasang tangan lain
maka pada tanah digalinya liang; di sana, di kedalamannya
pelan kau direbahkan
untuk diterima tangan waktu, bersisian kembali
dengan ari-ari anakku
Ampenan, 2021-2022
Memandang ke Hamparan
Jauh sebelum perang pertama dikobarkan
bumi dihamparkan
diisinya dengan lebih banyak air
seperti karunia
Air terus turun mencari tempat rendah
memasuki celah demi celah
pada tebing
pada tanah
Pada tanah tangan-tangan sabar
menebar benih
benih pecah, bertunas, putih cerah
menggantikan yang telah patah
bertumbuh tegap, meninggi, menguatkan diri
untuk kita pandang dengan gentar dan tegar
saat memintasi giras musim
dan deras perang
Ampenan, 22 April 2022
7 Haiku dari Hutan
Dari film “Hunt for The Wilderpeople” karya Taika Waititi, 2016
lari ke hutan
pohon-pohon menjulang
tegar dan gentar
tak ada tenda
semak menjelma daging
di benak Ricky
Ricky dan Tupac
melipur paman Hector
yang patah kaki
Ricky berpikir
paman Hector menafsir
kicau Huia
Huia terbang
di sisi hutan tinggi
menabur abu
Langit yang pucat
paman Hector terkenang
oh, bibi Bella
Mengintai jauh
ke komplotan pemburu
bersiap perang
Ampenan, 2021-2022
Aglonema
Januari adalah hujan yang kerap
mengaruskan dingin ke beranda
meneruskannya ke kamar dada
membuatku membuka pintu:
sebentang senyap yang bersih
sebersih paras doa
percik embun ke pucuk-
pucuk aglonema
Januari, 2020
Kembang Turi
seolah masih tercium dari sini
sepiring urap kembang turi
dipetik tangan buyut anakku
di dusun jauh selatan Banyuwangi
nenek buyut penjual kembang
saat puasa dan lebaran menjelang
dengan kebaya kutu baru
dan kain jarik sebagai bawahan
nenek buyut dengan gigi-gigi kokoh
duduk menyirih di undakan pintu dapur
ayam beranak, ayam kemanggang
lenggang melipur
anakku datang dari balik kandang
di tangan kirinya mobil kecil warna biru
memintaku jongkok di belakang si buyut
menjatuhkan segenggam kembang turi
ke warna sedih kerudungku
Lebaran, 2018 – 2022
Lailatul Kiptiyah, lahir dan besar di Blitar, Jawa Timur 20 Juli 1975. Buku kumpulan puisi pertamanya “Perginya Seekor Burung” (April, 2020) masuk dalam 5 buku pilihan Anugerah Hari Puisi Indonesia 2020. Bermukim di Ampenan, menjadi bagian keluarga dari komunitas Akarpohon Mataram, NTB.