Tuan, Biarkan Saja Diri Ini Begini
Tak Ada Huruf Yang Akan Sampai Untukmu
Ia sudah tabah mematung dan terlalu dilaburi sawang
Engkau enggan memaknai, memandangpun.
lebih baik katamu,
“Aku pergi”
Lalu dibiarkanlah semua
Ia berjajar, menggerumpal juga membeludak
Bagai sekam yang ingin dibakar.
Semestinya Kita Tidak Berpisah Bulan Desember Lalu
Supaya aku dan kau nantinya bisa meniup terompet dan melihat kembang api di menara laut tahun baru;
Ataupun tidak, Februari nanti aku bisa sekedar tukar coklat denganmu.
Saat ku lihat tas besar menggelayut dalam pundakmu yang gagah, dan kau bergeming menjauhkan langkahmu.
Aku ingat, malam sebelumnya kau bilang kau mau pergi dan bilang kalau kau mau cari hidup baru.
Lalu apalah sanggupku.
Aku hanya bisa melihatmu pergi bersembunyi dibalik celah kunci pintu.
Tuan, Biarkan Saja Diri Ini Berjalan,
Memang sengaja dibiarkan tanpa dipapah
Saat ada yang menawarkan pegangan lekas sewaktu lelah
Di batas saat diri ini rehat dari kecewa
Kalau nyatanya terbaca tidak enak balasnya
Memang sengaja diri ini untuk tidak diterima
Ya ; sebab tentang dirinya (kekasihku yang lama)
Masih terdengar disini dan dimana-mana.
Madura, 2019.
Puisi karya Yulia Rahmatika, mahasiswi aktif di Universitas Trunojoyo Madura, menyukai puisi sejak jatuh hati.