Tidak Transparan Bahas RUU Cipta Kerja, Presiden dan DPR Langgar Konstitusi dan UU KIP
Berita Baru, Jakarta – Presiden Joko Widodo mengatakan maraknya aksi demonstrasi baru-baru ini akibat adanya disinformasi dan hoax terkait substansi UU Cipta Kerja. Hal itu ia sampaikan dalam konferensi pers menanggapi penolakan UU tersebut, di Istana Bogor pada Jum’at (9/10) lalu.
Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) menilai Presiden dan DPR lah yang harus bertanggungjawab atas maraknya disinformasi dan hoax terkait UU Cipta Kerja.
“Presiden RI dan Pimpinan DPR RI harus bertanggung jawab atas kondisi yang disebabkan oleh buruknya praktik keterbukaan informasi publik yang mereka lakukan tersebut”. Tutur Taufik, salah satu juru bicara FOINI dalam keterangan tertulisnya.
Disinformasi dan hoax, imbuh Taufik, merupakan salah satu dampak dari buruknya keterbukaan informasi mengenai proses pembahasan UU Cipta Kerja. Padahal paripurna untuk memutuskan UU Cipta Kerja sudah digelar beberapa hari lalu.
Berdasarkan temuan FOINI, terdapat 58 kali rapat pembahasan UU Cipta Kerja dan ada 6 kali rapat DPR RI dan Pemerintah yang tidak terpublikasikan kepada publik mengenai jalannya pembahasan UU Cipta Kerja.
“Sangat disayangkan, negara melalui aparatnya justru melakukan tindakan-tindakan represif terhadap warga atas tuduhan hoax, padahal semua ini terjadi karena kontribusi dari kelalaian Pemerintah dan DPR RI sendiri dalam memenuhi hak atas informasi bagi publik secara tepat”. Gugat Taufik.
FOINI juga menilai ketertutupan proses pembahasan RUU Cipta Kerja telah membuktikan adanya pelanggaran yang dilakukan Presiden dan DPR RI terhadap Konstitusi UUD 1945, UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan Peraturan DPR No. 1 tahun 2020 tentang Tata Tertib.
“Presiden RI dan DPR RI telah melanggar sejumlah ketentuan mengenai jaminan dan pemenuhan hak atas informasi. Yaitu Pasal 28 F UUD Negara Republik Indonesia dan Pasal 7 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2008. Tak hanya itu, DPR RI seharusnya mempublikasikan setiap UU yang telah disahkan, sebagaimana diatur pada Pasal 7 Peraturan DPR No. 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib”. Jelasnya.
Oleh karena itu, Taufik menyampaikan tuntutan FOINI yang mereka sampaikan kepada Presiden RI dan Pimpinan DPR RI. Pertama, segera mengumumkan UU Cipta Kerja hasil Sidang Paripurna secara luas kepada public. Kedua, membuka semua risalah rapat pembahasan RUU Cipta Kerja maksimal 12 Oktober 2020. Ketiga, segera meminta aparat untuk menghentikan tindakan-tindakan represif terhadap masyarakat yang dituduh telah menyampaikan informasi menyesatkan.
Adapun FOINI sendiri merupakan koalisi tingkat nasional yang terdiri dari 28 organisasi, antara lain IPC, AJI, Seknas FITRA, ICEL, TII, ICW, FITRA Riau dan lain sebagainya.