Tempati Rumah Tak Layak Huni, Legislator Gresik Prihatin Keluarga Balita Stunting Belum Tersentuh Bantuan
Berita Baru, Gresik – Anggota Komisi II DPRD Gresik, M Syahrul Munir mengungkapkan keprihatinan karena masih ada warga miskin yang masih belum tersentuh bantuan sosial (Bansos) apapun dari pemerintah karena tidak masuk dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Mirisnya, satu keluarga tersebut tinggal di rumah tidak layak huni.
Padahal, salah satu balita dari ketiga bersaudara anak kandung pasangan suami istri yang tinggal di rumah tidak layak huni itu tengah menderita stunting. Bahkan ketika dikunjungi wakil rakyat, sang ibu pun menceritakan kekhawatiran anaknya jika harus putus sekolah karena tidak ada biaya. Sebab tidak masuk dalam program Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Realitas ini terungkap saat Syahrul Munir mengunjungi Laily Nifistiyyah (41), warga Kelurahan Pekauman Kecamatan Gresik, Kamis (6/10). Politisi muda itu langsung turun ke bawah (turba) setelah mendapat laporan saat menjadi narasumber dalam kegiatan focus discuss group (FGD) dari salah satu peserta yang juga kader Posyandu di Kelurahan Pekauman tentang adanya anak balita penderita stunting dari keluarga miskin (gakin).
“Kita melakukan uji petik pada salah satu gakin yang anaknya stunting tetapi tidak masuk program penanganan kemiskinan. Baik program keluarga harapan (PKH), BPNT (bantuan pangan non tunai) maupun PKH Inklusif,” ujar Syahrul.
Menurutnya, realitas tersebut sangat miris. Sebab seharusnya warga yang masuk kategori keluarga miskin dan layak menerima bantuan masuk dalam DTKS. Sehingga kebutuhan hidupnya maupun anak-anaknya dipenuhi oleh pemerintah melalui bantuan sosial.
“Harus diusulkan dan bisa masuk dalam DTKS. Karena, benar-benar membutuhkan,” tandas dia.
Syahrul Munir yang memotret langsung kondisi rumahnya tidak layah huni, khususnya di bagian belakang rumah. Sehingga, sangat layak untuk bisa diajukan program bantuan bedah rumah juga.
“Sangat layak untuk bisa menerima bantuan bedah rumah. Nanti, kita akan usulkan,” tukas dia.
Kepedulian Syahrul Munir membuat Laily Nifistiyyah tak kuasa menahan haru. Bahkan, ibu tiga anak berusia 41 tahun yang tinggal satu rumah bersama 3 saudara kandungnya ini berlinang air mata. Bahkan ketika Syahrul Munir secara spontan memberikan bantuan untuk membeli susu anaknya yang masih balita agar tidak stunting.
“Anak yang pertama sekolah kelas V sekolah dasar. Sedangkan yang kedua, kelas 1. Keduanya bersekolah di SDN Sidokumpul 2. Kalau yang kecil usia 4 tahun, harusnya masuk PAUD, tapi tidak ada biaya,” ujarnya.
Khusus anaknya yang masih berusia 4 tahun, berat badannya hanya 13 kilogram dengan tinggi 91 cm. Sehingga, kader Posyandu setempat mengkategorikan stunting. Padahal, selama 2 tahun, anaknya diberi ASI. Selepas 2 tahun, tidak pernah minum susu karena keterbatasan ekonomi.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Laily Nifistiyyah membuat jajanan yang dititipkan di warung-warung. Sedangkan kakak kandungnya yang tinggal serumah tetapi beda kartu keluarga (KK), terkena PHK imbas covid-19.
“Pernah saya mengurus ke kelurahan untuk bisa mendapatkan bantuan, tapi alasannya (DTKS) turunnya dari pemerintah pusat,” keluhanya.
Kendati namanya tidak masuk DTKS, tetapi Laily Nifistiyyah memiliki kartu kepesertaan BPJS Kesehatan. Itupun diurus ketika anaknya mengalami sakit keras dan meminta surat keterangan tidak mampu dari kelurahan. Sehingga, mendapatkan kartu kepertaan BPJS Kesehatan. Hanya saja, dia tidak mengetahui, apakah masuk dalam penerima bantuan iuran (PBI) dari JKN KIS atau bantuan sosial dari APBD Gresik yang dulunya dicover melalui Kartu Gresik Sehat (KGS).