Surga-Surga di Ladang | Puisi-Puisi Romzul Falah
surga-surga di ladang
1.
keloneng lonceng sapi
berhenti. luku ditepikan
ke sisi kanan ladang.
merah jagung merona,
nasi tuhan-tuhan tanah,
membayang di talam
kesukaan paman.
hari ini ada kuah kelor.
suara bibi yang lucu
bagai retakan kayu
dalam tungku, bertutur
khasiat sayur leluhur.
jam makan siang
tengah ladang,
seperti kisah surga,
disaksikan malaikat
penjaga humus.
2.
tengah bulan rebba.
curah hujan muda.
paman dan bibi berdoa
menyambut karamah
siding margo. pangeran
yang dibuang ke bebatuan,
aulia cocok tanam.
sebotol air kabbuwan,
mata air kudus, diletakkan
di atas dipan. esok ia
akan membasuh biji-biji
dan tangan bibi, melewati
tenggorokan sapi dan
mengilhami maha panen
triwulan lagi.
3.
sucilah
sucilah
sucilah.
terimalah tanah
restu hancur batu
tumbuh anak cucu
berkati kami
jadilah tubuh
beri pada langit
sisi bagi bumi
4.
keloneng lonceng sapi
berhenti. kami makan
siang. harum masakan bibi
mengepul ke udara
merekahkan bulan rebba.
dua kenikmatan dunia:
masakanmu dan
menjadi tuhan tanah.
buai paman minimalis
membuat bibi makin manis.
siang itu cinta tulus
juga disaksikan malaikat
penjaga humus.
batuputih, 2022
burung tharas
1.
lepas isya kami berkumpul
di emperan. menduga masa depan.
batuputih dijatuhi gersang panjang
dan maut yang tidak lagi semut.
burung tharas di sisi konstelasi
gemini, terbang setinggi rumah kami.
tak ada bulan. kecemasan turunan
hitam. cerita paman: akan ada yang
tumbang setelah burung tharas
terbang, berkoak-koak tiga babak—
bayi sebersih bibit padi. bibi tak getir
sama sekali. malam ini ia yakini
usianya terberkati.
2.
ketakutan menggantung
di bubungan. terdengar jelas suara
burung tharas bertanda izrail dalam
tugas. jantung malam pukul satu.
saat itu paman dan bibi belum
jadi nabi. aku tak sedang mengukur
umur. tak mendustai azali. aku hanya
malam demikian panjang, aku diam
saja bagai batuputih merindukan
tenun bibi, memastikan burung tharas
berpindah, membayangkan halaman
dan tegalan berubah jadi lahan kuburan:
menganga, menunggu muda mana
yang akan menjadi arwah.
3.
tersiar di langgar-langgar:
seorang tua, seusia paman dan bibi,
mati tersungkur di sumur. tidak
ada darah, tak ada bekas panah gaib
batuputih, atau bau mulut jin paku
di perut. jumat legi, ia mati
sebelum lengket matahari, sesaat
setelah bhurung tharas berkoak-koak
pukul empat. waktu seperti kembali
ke bubungan dan emperan. mengingat
ketakutan dan cerita paman:
siapakah bayi dan muda yang ikut
maut ke surga.
batuputih, 2022
pasar baring menatapku
pasar di perbatasan
kapeng-kabbuwan, pasar baring
yang kering dengan gedung
menguning di kening.
tak terlihat tuan haji, saudagar
tersugih di batuputih, meski tempat
kelasi masih menetap tanpa atap.
selalu datang burung pipit
seperti orbit benda-benda langit.
mereka kira masih bisa berjongkok
mematuk gelendong serat pocok.
ke sini bibi menjual kobel
dan baring. bibi membelikanku
apem tangguli agar tak pergi
menemui rya, keponakan paman
beramput pirang yang rumahnya
dijaga makhluk hutan.
pasar baring menatapku,
kudengar kembali kanteyan bibi
yang berputar dini hari, suara panyerot
dan tenonan harta turunan.
aku menatap reruntuhan masa kecilku:
tergambar raut wajah pedagang
dan buruh angkut barang yang hatinya
mengajak perang; terdengar suaraku
menyebut-nyebut nama rya, gadis yang
dipinang lelaki seberang dam.
batuputih, 2022
makam ko’ong
kalau malam rabu legi
paman dan bibi pergi
pastilah ke makam ini.
membawa pisau tumpul
berbalut sarung tuyul,
sepiring daging kambing
dan daging kelapa kuning.
setiap kali akan pergi,
mereka keluar rumah melalui
pintu belakang dan berjalan
menyusuri jalan setapak
yang hanya punya satu tapa’ dangdang—
jalang selamat bagi tempat keramat.
mereka tak pernah mengajakku,
membiarkan rumah seperti gua
tak punya suara dunia.
di sini tak ada nama,
hanya kijing hitam, belukar,
dudukan batu-batu hutan,
dan campuran bau semahan.
di leher nisan, debu piring kayu
dan rayap jelmaan
memberiku jalan menuju malam-
malam antara rumah dan hutan,
jalan tanpa cahaya
yang susah dipercaya.
tetapi terjadi, air mata dan hati
paman-bibi berdiam di sini,
dijaga kesunyian hutan
dan makam keselamatan.
siapa tuan makam
atau tuan atas makam?
orang-orang gunung datang
berpegang pada kabar
yang disebar para bandar
tanpa berpikir
mungkinkah seorang nabi
pernah lahir dan mati di batuputih,
lalu makhluk hutan
menjadi malaikat yang tak terikat
dengan juru-juru syariat.
atau ia leluhur sapi yang berjanji
akan menjaga kami selama percaya
kepada yang tiada.
batuputih, 2022
hantu dari jheret
1.
seorang gila mati bersila
dikubur di jheret tanpa keluarga.
semasih hidup, ia tinggal
di gubuk dekat sungai, berkeliling
kampung, numpang makan
dan tidur siang. sebagian orang
menamainya haddam, sebab
‘haddam’ satu-satunya kata yang
ia ucap. sebagian lagi menamainya
aski, sebab mereka melihat ia
mandi di ubun sungai suatu dini hari,
memancarkan cahaya putih dan
wangi melati tindih.
2.
ibu rya bercerita, barangsiapa
melihat hantu haddam memeluk nisan
manakala panatae ekor panjang
terbang silang-menyilang
akan terkena palang:
hutang darah dan perselingkuhan.
lantaran tulang-urat haddam
memendam dendam,
menjelma mawar hitam dan meniran
berdiam dari makam ke makam,
menunggu cabang pohon turunan datang.
ibu rya yang terbaring di tikar baring
percaya bahwa di rumah-rumah telah terkutuk
darah keluarga yang pulang
diantar cerita hantu orang gila—
rebutan peluk tusuk
menghasut maut bertanduk.
3.
aski sudah mati semenjak lahan
makam tak ada lagi, sebelum jheret
datang ke mimpi yang kini
jadi juru kunci. dalam mimpi itu:
angin deras di luas alas,
langit berlubang menjatuhkan keranda
dan kejhingan, diakhiri suara cahaya.
aski mati di gubuk, tiga hari setelah mimpi.
paman yang datang ke pemakaman
menceritakan kepulangan, bagi sebagian orang,
orang suci: matahari begitu berisi
tetapi api hanya alkisah,
tanah dibukakan, basah tanpa hujan,
dipenuhi wangi melati tindih.
maka sepakat para pelayat: barangsiapa
melihat hantu aski meski sesaat
akan mendapat nikmat.
batuputih, 2022
perjalanan ke langgar pak dai
sepanjang jalan sungai sitipin
aku diawasi penunggu nyamplong dan cerita
matinya penyihir yang ditemukan
mengawat kitab suci berlumur darah sapi,
disaksikan dhadhar bagai arwah anak kembar
yang dimakan kambing siluman.
aku membayangkan rotan tuan guru
menghantam angan di punggung dan lengan,
mengingat rya yang sesenggukan saban malam
sebab tak bisa bedakan tsa, sin, dan syin.
kuhafal hijaiah dengan jengger ayam jantan,
bebek paman, sisir kayu, dan biji mata bibi.
di kampung ini hewan ternak menjadi makluk
surga ketiga setelah malaikat dan rasulullah.
sebelum tiba di langgar pak dai
aku bertemu ke sui duduk di pinggir kali
lelaki tua yang pandai mengaji hanya dengan
gemar mendengar corongan langgar,
tetapi ia tak jadi guru ngaji, orang-orang tak
mempercayai, konon, kalimat ilahi tak mendarat
di sembarang tempat. aku berjalan lagi
mengira-ngira nasib sendiri, nasib rya, nasib kitab suci
di kampung ini, dan nasib langgar pak dai.
batuputih, 2022
Romzul Falah, lahir di sumenep, juni 2000. tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Wiraraja Madura. bergiat di pabengkon sastra dan kelas puisi bekasi (kpb). buku kumpulan puisi terbarunya berjudul Sebuah Kota Yang Menculik Kita(basabasi, 2022). persahabatan melalui instagram @romzulfalah.