Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Direktur Riset SETARA Institute, Halili memaparkan materinya dalam Diskusi Media: Wacana Gerakan Keagamaan di 10 Universitas Negeri
Direktur Riset SETARA Institute, Halili memaparkan materinya dalam Diskusi Media: Wacana Gerakan Keagamaan di 10 Universitas Negeri

SETARA Institute Dukung Penghapusan Rekomendasi FKUB dalam Pendirian Rumah Ibadah



Berita Baru, Jakarta – Dalam Rancangan Peraturan Presiden mengenai Kerukunan Umat Beragama (Raperpres PKUB), Menag mengusulkan penghapusan syarat rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), sehingga hanya rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag) melalui Kantor Wilayahnya yang diperlukan.

Terkait isu ini, SETARA Institute mengapresiasi langkah progresif penghapusan rekomendasi FKUB tersebut. Menurut mereka, langkah ini lebih sesuai dengan semangat kebinekaan Indonesia yang terdiri dari berbagai identitas agama dan kepercayaan. SETARA Institute dalam beberapa laporan tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) telah mendorong pemerintah untuk menyederhanakan proses perizinan pendirian rumah ibadah. Selain itu, pemerintah juga didorong untuk menghapus ketentuan-ketentuan diskriminatif lainnya yang terdapat dalam PBM 2 Menteri tahun 2006.

“Hambatan dalam perizinan pendirian rumah ibadah, menurut SETARA Institute, tidak hanya terletak pada rekomendasi FKUB. Syarat administratif berupa dukungan dari 90 jemaat dan 60 orang di luar jemaat juga menjadi penghalang bagi kelompok minoritas untuk mendapatkan hak konstitusional beribadah, yang dijamin dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945,” demikian dikutip dari rilis SETARA pada Selasa (13/8/2024).

Kedua, SETARA Institute menilai bahwa dengan dihapusnya syarat rekomendasi dari FKUB, peran FKUB dapat dioptimalkan dalam membangun dan memelihara kerukunan antarumat beragama. FKUB harus lebih fokus pada edukasi dan kampanye toleransi, memperbanyak ruang pertemuan lintas agama, serta menangani konflik yang mengancam kerukunan, termasuk mediasi jika terjadi penolakan peribadatan dan pendirian rumah ibadah.

“Hal ini harus ditegaskan secara eksplisit dalam Raperpres PKUB,” tegas SETARA Institute.

Ketiga, FKUB dinilai belum optimal dalam mencegah dan menangani berbagai pelanggaran KBB, khususnya terkait gangguan terhadap tempat ibadah. Menurut Laporan Kondisi KBB SETARA Institute, sepanjang tahun 2023, tercatat 65 tempat ibadah mengalami gangguan, mulai dari penolakan pendirian hingga penyegelan. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2022, di mana 50 tempat ibadah mengalami gangguan serupa.

Berdasarkan data jangka panjang SETARA Institute sejak 2007 hingga 2023, telah terjadi 636 kasus gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah, yang sebagian besar menimpa kelompok minoritas. Gangguan ini meliputi pembubaran peribadatan, penolakan pendirian tempat ibadah, intimidasi, perusakan, dan pembakaran.

Oleh karena itu, SETARA Institute menyerukan transformasi kelembagaan dan peran FKUB melalui beberapa langkah, antara lain:

  • mengubah asas keanggotaan FKUB dari asas proporsionalitas menjadi asas inklusi,
  • merekrut anggota FKUB secara lebih terbuka dan akuntabel dengan melibatkan elemen masyarakat sipil di tingkat lokal,
  • memperluas peran tokoh agama perempuan dalam FKUB dengan kebijakan afirmatif, seperti keanggotaan minimal 30% untuk tokoh agama perempuan, serta beberapa langkah progresif lainnya.

Keempat, SETARA Institute menekankan pentingnya mempercepat kebijakan progresif dalam Raperpres PKUB dengan muatan yang lebih komprehensif dan berpihak pada hak KBB seluruh warga negara. Janji pemerintah untuk mempermudah pendirian tempat ibadah bagi kelompok minoritas dan meninjau ulang PBM 2 Menteri tahun 2006 harus segera diwujudkan. Hingga saat ini, belum terlihat upaya signifikan untuk melaksanakan komitmen tersebut.

Kelima, terkait penolakan Wakil Presiden Ma’ruf Amin terhadap usulan penyederhanaan syarat pendirian rumah ibadah, SETARA Institute menilai bahwa pernyataan Wapres cenderung berpihak pada kelompok mayoritas. Sebagai pandangan pribadi, hal ini dapat dimaklumi mengingat latar belakangnya sebagai mantan Ketua MUI. Namun, jika pernyataan tersebut disampaikan dalam kapasitas sebagai Wakil Presiden, hal itu menunjukkan bahwa ada perbedaan pandangan yang signifikan dalam pemerintahan mengenai kebinekaan, yang turut berkontribusi pada stagnasi KBB dalam dua dekade terakhir.