Sekjen PBNU Sebut Deklarasi Anies-Cak Imin Picu Rasa ‘Nelongso’ di Kalangan Kiai Jatim
Berita Baru, Jakarta – Deklarasi pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dalam konteks pemilihan presiden mendatang di Jawa Timur (Jatim) telah menimbulkan perasaan “nelongso” atau sedih di kalangan sejumlah kiai di wilayah tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal PBNU, Saifullah Yusuf, yang akrab disapa Gus Ipul, sebagai respons terhadap hasil survei Indikator Politik Indonesia yang menunjukkan bahwa deklarasi ini belum memberikan dampak positif terhadap elektabilitas Anies di Jatim.
Gus Ipul menjelaskan bahwa deklarasi tersebut dilakukan secara mendadak, sehingga para kiai membutuhkan waktu untuk memahaminya. Ia menyatakan bahwa sebelumnya komunikasi terkait deklarasi ini telah berjalan dengan lancar. Namun, deklarasi yang tiba-tiba ini telah menimbulkan berbagai pertanyaan di kalangan kiai.
“Tapi hari ini memang banyak kiai yang nelongso, atau prihatin dengan deklarasi yang cukup mendadak, dan memerlukan waktu untuk mencernanya, dan itu tergambar dalam surveinya,” katanya.
Gus Ipul menunjukkan bahwa beberapa kiai menganggap deklarasi ini sebagai upaya untuk meninggalkan warisan politik Gus Dur (Abdurrahman Wahid), karena Cak Imin berkoalisi dengan kelompok yang dipersepsikan berseberangan dengan Gus Dur. Selain itu, deklarasi ini juga dianggap sebagai langkah Cak Imin untuk mengoreksi kebijakan Presiden Joko Widodo.
“Karena koalisi dengan orang-orang yang dipersepsikan berseberangan dengan Gus Dur. Kedua, ini juga bisa jadi semacam koreksi terhadap mungkin keputusan presiden, karena kemudian Cak Imin bersama orang-orang yang selama ini dianggap berseberangan dengan presiden,” ujarnya.
Gus Ipul juga menyoroti bahwa pasca deklarasi Anies-Cak Imin, konsolidasi para kiai menjadi lebih intens. Meskipun pertemuan para kiai dengan calon presiden seperti Anies, Ganjar, atau Prabowo seringkali dilakukan, hal ini tidak serta merta mengindikasikan dukungan. Ia menjelaskan bahwa setelah pertemuan tersebut, kiai-kiai akan melanjutkan musyawarah untuk kemudian memutuskan dukungan pada salah satu calon presiden.
Diskusi dan pertimbangan intens para kiai ini menggambarkan kompleksitas politik dan pengaruh tokoh agama dalam pemilihan presiden di Jatim.