RMI PWNU DIY Gelar FGD Model Pesantren Ramah Anak dan Perempuan
Berita Baru, Jakarta – Maraknya kasus kekerasan di lembaga pendidikan, khususnya pesantren, memicu Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) untuk melakukan konsolidasi dengan pengelola pesantren se-Daerah Istimewa Yogyakarta di Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum, Minggu (10/8/2024).
RMI PWNU DIY mengadakan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Model Pesantren Ramah Anak dan Perempuan.” Acara ini dihadiri oleh 36 peserta, termasuk gus dan ning sebagai penerus dan pemegang kebijakan pesantren, serta 2 anggota Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.
Dalam sambutannya, Ketua RMI PWNU DIY, KH. M. Nilzam Yahya, menekankan pentingnya pengelola pesantren untuk memahami perubahan kondisi sosial dan aturan perundangan terbaru.
“Kasus kekerasan di pesantren adalah masalah dan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, RMI PWNU DIY menginisiasi perumusan model pesantren ramah anak dan perempuan melalui FGD Tahap I untuk mengeksplorasi berbagai bentuk kekerasan, penyebab, dan solusinya,” ujar KH. Nilzam Yahya.
Senada dengan KH. Nilzam, Ketua Yayasan Ali Maksum, KH. Afif Muhammad, juga mengungkapkan keprihatinan terhadap kasus kekerasan di pesantren.
“Para pengelola pesantren harus bekerja sama untuk memberikan pemahaman dan mitigasi agar kekerasan tidak terulang. Pemerintah telah mengeluarkan aturan tentang pesantren ramah anak, dan ketidakpahaman terhadap aturan ini dapat menyebabkan pengelola dianggap lalai dalam melindungi santri,” ungkap KH. Afif Muhammad.
Maya Fitria, koordinator program perumusan model pesantren ramah anak dan perempuan RMI PWNU DIY, memberikan pengantar kepada peserta diskusi.
“RMI PWNU DIY berkomitmen untuk memperhatikan permasalahan ini secara berkelanjutan. Kami telah memberikan edukasi kepada lurah pesantren dan akan terus melanjutkan kegiatan ini hingga panduan teknis tentang pesantren ramah anak dan perempuan selesai dirumuskan,” kata Dr. Maya. Siti Darojati dari KPAI Kota Yogyakarta menambahkan bahwa pembahasan harus mencakup pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Diskusi yang berlangsung dengan penuh semangat ini melibatkan peserta dari berbagai latar belakang pendidikan, yang meskipun berbeda, memiliki kesamaan sebagai penerus Kyai di pesantren masing-masing. FGD menghasilkan banyak ide baru mengenai masalah di pesantren, penyebab, dan solusi yang mungkin. Salah satu poin penting adalah perlunya kolaborasi dengan berbagai pihak, mengingat penyebab kekerasan tidak hanya berasal dari pengelolaan pesantren tetapi juga faktor eksternal seperti budaya dan nilai keluarga.
Acara ditutup dengan pleno hasil diskusi yang disampaikan oleh Ning Dr. Nurunniyah dari Pesantren An-Nasyath Mlangi dan Gus Najib dari PP. Nurul Ishlahiyyah, Sleman. KH. Nilzam mengucapkan terima kasih kepada peserta atas partisipasi aktif mereka dan menyampaikan rencana tindak lanjut untuk FGD berikutnya.