Ribuan Orang Kehilangan Tempat Tinggal Saat Kamp Pengungsi Terbakar
Berita Baru, Dhaka – Kamp Pengungsi yang penuh sesak oleh orang-orang Rohingnya di Bangladesh selatan mengalami kebakaran besar, hingga membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal.
Hal itu disampaikan oleh seorang pejabat dari departemen pemadam kebakaran Balukhali kepada kantor berita Reuters dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Senin (6/4).
Kebakaran itu terjadi pada hari Minggu (5/3), membakar atau merusak setidaknya 2.000 gubuk.
Kebakaran melanda Camp 11 di Cox’s Bazar, sebuah distrik perbatasan tempat lebih dari satu juta pengungsi Rohingya tinggal, dengan sebagian besar melarikan diri dari penumpasan yang dipimpin militer di Myanmar pada tahun 2017.
Melaporkan dari Dhaka, Tanvir Chowdhury dari Al Jazeera mengatakan kamp Balukhali adalah salah satu dari 32 kamp di Cox’s Bazar.
“Setiap gubuk memiliki empat hingga lima orang yang tinggal bersama sebagai satu keluarga dan setidaknya setengah dari populasi adalah wanita dan anak-anak,” kata Chowdhury, menambahkan bahwa petugas pemadam kebakaran dan penyelamatan sejauh ini belum melaporkan adanya korban, tetapi mereka masih mencari orang.
Dia menjelaskan, wilayah tempat terjadinya kebakaran cukup berbukit sehingga menyulitkan tim SAR untuk menjangkau dan keluarga untuk menyelamatkan diri.
“Fasilitas kesehatan [di daerah] sangat sederhana untuk memiliki respon yang cepat. Ada banyak rumah sakit lapangan tetapi tidak cukup untuk melayani 1,2 juta orang,” tambahnya.
Regina De La Portilla dari badan pengungsi PBB mengatakan kepada Al Jazeera bahwa sebagian besar tempat berlindung di kamp dibuat dari bambu dan terpal.
“Bahan-bahan yang kami gunakan di kamp-kamp semuanya bersifat sementara yang dapat terbakar, dan menyebar dengan cepat karena sifat kamp yang padat,” katanya.
Petugas pemadam kebakaran, dibantu oleh sukarelawan lokal, berhasil mengendalikan api, tetapi Portilla mengatakan sepertiga dari populasi kamp telah kehilangan rumah dan harta benda mereka dan PBB menyediakan layanan kesehatan mental.
“Kami telah mengerahkan 90 petugas kesehatan masyarakat [juga pengungsi], yang telah dilatih untuk memberikan pertolongan pertama dan dukungan psikologis, dan jika seseorang membutuhkan dukungan lebih lanjut, mereka dirujuk ke layanan kesehatan untuk menangani jenis trauma mental ini,” katanya.
Tidak jelas apa yang akan dilakukan para pengungsi yang terkena dampak untuk berlindung.
Lebih dari satu juta pengungsi Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh dari Myanmar selama beberapa dekade, termasuk sekitar 740.000 orang yang melintasi perbatasan mulai Agustus 2017, ketika militer Myanmar melancarkan tindakan brutal.
Kondisi di Myanmar semakin memburuk sejak militer mengambil alih pada tahun 2021, dan upaya untuk mengirim mereka kembali gagal.
Tahun lalu, Amerika Serikat mengatakan penindasan terhadap Rohingya di Myanmar sama dengan genosida setelah pihak berwenang AS mengkonfirmasi laporan kekejaman massal terhadap warga sipil oleh militer dalam kampanye sistematis terhadap etnis minoritas.
Rohingya yang sebagian besar Muslim menghadapi diskriminasi luas di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha, di mana sebagian besar ditolak kewarganegaraan dan banyak hak lainnya.