Ramadan ke-27: tiada Tuhan selain Allah
Berita Baru, Ramadan – Utas sufi Oman Fathurahman telah sampai pada deretan tangga rohani terakhir dari manuskrip Tanbihul Masyi karangan Syekh Abdurrauf al-Sinkili (w. 1693), yakni #TanggaRuhani ke-96 al-Wujud (mendapati), ke-97 al-Tajrid (melucuti), ke-98 al-Tafrid (menyendiri), ke-99 al-Jam’ (penyatuan), dan ke-100 al-tawhid (mengesekan).
Tiga #TanggaRuhani pertama, seperti disampaikan Oman pada Minggu (9/5), bisa kita pahami sebagai hakikat keterhubungan antara hamba dan Tuhan. Untuk bisa mengalami al-Wujud, seseorang diandaikan untuk terbiasa dengan al-Wushul atau level ketika hamba sudah tersambung dengan Tuhannya.
Ibarat Bluetooth, al-Wushul adalah paired, sudah—pernah atau biasa—terhubung, sehingga ketika ingin bertemu kembali, antara hamba dan Tuhannya bisa langsung al-Wushul, tanpa menunggu untuk mencari lagi.
Adapun untuk bisa menjadi al-Wushul, jelas Oman, kita perlu berlatih al-Tajrid dan al-Tafrid. Al-Tajrid adalah latihan untuk melenyapkan segalanya selain Allah dari hati, sedangkan al-Tafrid menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang selalu ada di hati.
“Ini sebenarnya soal cinta antara hamba dan Tuhannya,” kata Oman.
Dua sisanya, al-Jam’ dan al-Tawhid, kemudian lebih pada proses peleburan, yaitu penggabungan antara perasaan, pandangan serta kesadaran hamba dan Allah.
Di tahap al-Jam’ seseorang tidak akan merasakan sekelilingnya sebab segalanya sudah terpenuhi oleh Nama dan Sifat-Nya. Meski demikian, di sini hamba tetaplah hamba dan Tuhan pun demikian.
Dan akhirnya, puncaknya puncak adalah al-Tawhid, yakni mengakui, meresapi, dan mengalami bahwa yang Esa adalah Allah. Segenap kesadaran seseorang di puncak tersebut jatuh pada Keesaan Allah dan yang jelas ini tidak sekadar ucapan di bibir, tetapi jauh melampuinya, mencakup hati, gerakan, sikap, pembicaraan, pikiran, dan sebagainya.
“Dan syahadat tidak lain adalah ekspresi tauhid, sehingga syahadat bukanlah sesuatu yang sederhana,” pungkas Oman.
“Begitulah kiranya 100 #TanggaRuhani dari ulama asal Aceh yang keilmuannya setara dengan para ulama besar Islam dunia. Selamat mengambil hikmah, yang benar tentu dari al-Haq dan yang keliru murni akibat keterbatasan ilmu saya. Terima kasih banyak,” tambah Oman.