Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PWYP Desak Jokowi Cabut PP Pengelolaan Tambang untuk Ormas

PWYP Desak Jokowi Cabut PP Pengelolaan Tambang untuk Ormas



Jakarta – Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari 29 organisasi di tingkat nasional dan daerah, mendesak Presiden Joko Widodo untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) No 25 Tahun 2024 tentang Perubahan PP No 96 Tahun 2021. Koalisi ini meminta pemerintah memberlakukan moratorium tambang karena produksi batu bara dianggap mengancam transisi energi.

Pasal 83A PP tersebut mengatur penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara prioritas kepada badan usaha ormas keagamaan. Sementara itu, Pasal 195B Ayat (2) menyebutkan bahwa pemerintah dapat memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi selama masih ada cadangan yang tersedia dan dilakukan evaluasi setiap 10 tahun.

Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho, menegaskan bahwa PP ini bertentangan dengan UU No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.

“Tidak ada satu pun pasal dalam UU Minerba yang memberikan mandat kepada pemerintah untuk memberikan prioritas pemberian IUPK kepada ormas. Ini jelas-jelas pelanggaran terhadap UU Minerba secara terang benderang!” kata Aryanto dalam keterangan resminya, Kamis (6/6/2024).

Ia juga menyebut bahwa Pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024 bertentangan dengan Pasal 75 Ayat (2) dan (3) UU Minerba, yang menyatakan bahwa prioritas pemberian IUPK seharusnya diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Selain itu, Pasal 74 Ayat (1) UU Minerba menyebutkan bahwa pemberian IUPK harus mempertimbangkan kepentingan daerah.

“Perpanjangan kepada IUPK tidak boleh serampangan dan ugal-ugalan dengan memberikan selama ketersediaan cadangan, yang berarti bisa beroperasi sampai cadangan habis!” tambah Aryanto. Ia juga mengingatkan bahwa banyak risiko yang dihadapi pemerintah dalam implementasi pasal ini, mulai dari risiko teknis pertambangan, risiko lingkungan, hingga potensi konflik horizontal dan korupsi.

Selain itu, Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 Kalimantan Timur, salah satu anggota koalisi PWYP Indonesia, menyoroti masalah lubang bekas tambang yang tidak direklamasi. “Kita semua tahu, banyak wilayah eks PKP2B berada di Provinsi Kalimantan Timur. Lebih baik selesaikan dulu persoalan buruknya tata kelola pertambangan ini alih-alih menawarkan WIUPK kepada ormas keagamaan,” ujarnya.

Buyung juga mengingatkan bahwa penawaran WIUPK eks PKP2B kepada ormas keagamaan bisa memicu potensi konflik dengan masyarakat lingkar tambang, masyarakat adat, dan ormas-ormas kesukuan di daerah. “Ini yang harus menjadi perhatian Pemerintah! bukan sekedar bagi-bagi konsesi saja!” tegasnya.