Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

PSHK
(Foto: RMOL)

PSHK dan IPC Beri Masukan Kritis Soal Regulasi Hiper dan Pentingnya Transparansi pada DPR



Berita Baru, Jakarta – Badan Legislasi (Baleg) DPR saat ini tengah menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2025-2029 dan Prolegnas Prioritas 2025. Dalam proses ini, Baleg mengundang sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Indonesian Parliamentary Center (IPC), untuk menyerap masukan melalui rapat dengar pendapat umum (RDPU).

Ronald Rofiandri, peneliti PSHK, menyoroti persoalan tata kelola regulasi yang selama ini sering disebut pemerintah sebagai hiper regulasi, yang justru menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembangunan. “Hiper regulasi justru membuat pemerintah kewalahan,” jelas Ronald dalam RDPU yang berlangsung Selasa (29/10/2024).

Ronald juga menyoroti tidak sinkronnya antara rencana pembangunan dan rencana legislasi, yang mengakibatkan banyak Rancangan Undang-Undang (RUU) tidak masuk perencanaan. Ia menekankan pentingnya pembatasan penggunaan metode omnibus dan penyusunan regulasi berbasis teknologi serta partisipasi masyarakat yang bermakna. “UU No.12 Tahun 2011 mengatur parameter prolegnas harus merespons kebutuhan hukum masyarakat, tetapi cakupannya terlalu luas dan perlu pembatasan,” tambahnya.

Beberapa RUU yang Ronald usulkan untuk masuk Prolegnas 2025-2029 antara lain revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, RUU Masyarakat Hukum Adat (MHA), RUU Perkumpulan, dan RUU Perampasan Aset. Ia mengingatkan urgensi penguatan hak konstitusional MHA, yang telah lama diperjuangkan namun selalu terhambat. RUU ini sangat relevan mengingat seringnya konflik terkait pengakuan eksistensi MHA yang mentok di tingkat lokal.

Sementara itu, Ahmad Hanafi, Direktur IPC, mengusulkan dua RUU untuk masuk Prolegnas 2025-2029. Salah satunya revisi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dengan usulan memisahkan beleid untuk masing-masing lembaga. “Transparansi harus ditingkatkan, terutama akses publik terhadap dokumen hasil rapat DPR,” ujar Ahmad.

IPC juga mendorong revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dengan memperkuat transparansi dan akuntabilitas DPR, khususnya terkait publikasi dokumen hasil rapat.

Selain itu, IPC bersama koalisi masyarakat sipil merekomendasikan beberapa RUU penting, seperti RUU Keadilan Iklim, RUU Energi Baru dan Terbarukan, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), untuk segera dibahas oleh DPR periode mendatang.