PP PMKRI Tuntut Hentikan Kekerasan Terhadap Masyarakat Adat Besipae
Berita Baru, Jakarta – Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PP PMKRI) mengecam keras tindakan represif aparat terhadap masyarakat adat Besipae, NTT.
Ketua Presidium PP PMKRI, Benediktus Papa menyebutkan dalam upaya pembongkoran paksa tersebut aparat Satpol PP dan Brimob melakukan tindakan tindakan kekerasaan terhadap warga sekitar.
“Kekerasan itu dilakukan baik secara verbal dan fisik, hal ini mengakibatkan warga ketakutan, isak tangis dan teriakan pun tak terbendung terutama kaum perempuan dan anak-anak,” ujar Benekditus kepada Beritabaru.co, Kamis (20/8).
Benekditus menjelaskan permasalahan hutan adat Besipae bukanlah hal yang baru lagi, ini merupakan konflik yang kembali mencuat ke permukaan.
“Pemerintah provinsi NTT berdalih hutan adat tersebut adalah aset milik daerah, sementara, masyarakat adat yang tinggal disana tetap mepertahankannya karena hutan tersebut merupakan hutan yang sudah diturunkan secara turun-temurun,” katanya.
“Penghormatan terhadap budaya dan hak masyarakat adat nusantara mestinya tidak hanya sebatas simbolik tetapi Pemerintah harusnya memberi perhatian dan keberpihakan penuh atas kelangsungan masa depan masyarakat adat dengan melahirkan regulasi yang berpihak kepada masyarakat adat,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua lembaga Agararia dan Kemaritiman PP PMKRI Alboin Samosir mengatakan, preferensi pemerintah selama ini cenderung tunduk kepada pemilik modal. Keberadaan masyarakat adat dianggap batu sandungan dalam pembangunan.
“Maka tak heran tindakan-tindakan kekerasaan sering dialami oleh masyarakat adat. Oleh karena itu, kita perlu produk hukum yang betul-betul pro terhadap masyarakat adat, salah satunya yakni, dengan mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat,” jelasnya.
PP PMKRI juga meminta agar kiranya Pemerintah Provinsi NTT segera menyelesaiakan konflik yang sudah berlarut-larut ini secara adil dan bijaksana, dan pastinya tidak merugikan masyarakat adat.
“Sebab, keberadaan masyarakat adat merupakah penyanggah utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dan atas nama kemanusian meminta Pemprov. NTT untuk menghentikan pembangunan yang menyingkirkan masyarakat setempat,” pungkasnya.