Polisi Panggil Lima Warga Morowali Terkait Protes Blokade Jalan Industri Nikel
Berita Baru, Morowali – Lima warga Desa Ambunu, Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, menerima surat panggilan dari Polda Sulawesi Tengah terkait dugaan pelanggaran atas terganggunya fungsi jalan yang digunakan oleh PT Bahosua Taman Industri Investment Group (BTIIG) dalam aktivitas industri nikel. Pemanggilan ini terjadi pada 10 Oktober 2024, berdasarkan surat bernomor B/989/X2024/Diretkrimsus, yang dikeluarkan pada 4 Oktober 2024. Kelima warga yang dipanggil adalah Abd Ramadhan A, Hasrun, Moh Rais Rabbie Ambunu, Makmur Ms, dan Rifiana Ms.
Dilansir dari siaran pers WALHI Sulawesi Tengah pada Minggu (13/10/2024), pemanggilan polisi ini didasari aksi blokade jalan yang dilakukan warga pada 15 Oktober 2024. Aksi tersebut dipimpin oleh Abd Ramadhan A sebagai koordinator lapangan, dengan Hasrun sebagai wakil koordinator. Sebelum pemanggilan, pada 23 Juni 2024, PT BTIIG juga telah melayangkan somasi kepada lima warga terkait blokade tersebut, menganggap aksi tersebut menghambat operasi perusahaan.
Blokade itu dilakukan warga sebagai bentuk protes terhadap klaim sepihak PT BTIIG atas jalan tani yang sebelumnya digunakan masyarakat. Warga mengungkapkan kemarahan mereka setelah muncul video pernyataan dari Legal Eksternal PT Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP), Riski, yang menyatakan bahwa jalan tani itu merupakan milik sah PT BTIIG berdasarkan MoU yang ditandatangani dengan Bupati Morowali pada 11 Maret 2024. MoU tersebut terkait pertukaran aset berupa pembangunan perluasan bandara oleh PT BTIIG.
Warga Desa Ambunu merasa dirugikan karena jalan tani yang terhubung dari Topogaro ke Dusun Folili dan Dusun Sigendo, yang sebelumnya digunakan sebagai akses ke kebun dan situs budaya Gua Vavompogaro, kini telah dikuasai perusahaan. “Jalan tani yang dulu kami gunakan sekarang sudah dibangun gudang ore nikel milik PT BTIIG, dan kami harus memutar sejauh 3 hingga 4 kilometer untuk ke kebun, padahal sebelumnya hanya 1 kilometer,” ujar salah satu warga yang tidak ingin disebutkan namanya.
Tindakan hukum terhadap warga ini mendapat tanggapan keras dari Walhi Sulawesi Tengah. Mereka menilai pemanggilan polisi ini merupakan bentuk pembungkaman melalui Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP). “Ini adalah strategi perusahaan untuk membungkam warga yang kritis. Mereka ingin memperingatkan desa-desa lain agar tidak berani melawan,” ungkap perwakilan Walhi Sulteng.
Dalam catatan Walhi, tindakan serupa telah dilakukan sebelumnya terhadap lima warga Desa Topogaro dan Tondo, yang juga dipanggil polisi dan digugat perusahaan dengan tuntutan sebesar 14 miliar rupiah. Mereka menilai upaya hukum ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk melindungi kepentingan industri nikel tanpa mempedulikan dampak terhadap masyarakat lokal.
“Situasi ini menunjukkan bagaimana pemerintah gagal melindungi hak-hak warga di tengah arus besar industrialisasi nikel. Justru, kebijakan-kebijakan yang ada memfasilitasi kepentingan industri, bukan kesejahteraan warga,” tambahnya.
Walhi Sulteng mendesak pemerintah untuk segera menghentikan upaya pembungkaman warga oleh perusahaan dan melakukan audit serta pengawasan ketat terhadap aktivitas industri nikel di Morowali. “Kami mendesak pemerintah untuk melindungi warga dari ancaman dampak lingkungan dan memastikan keselamatan para pekerja,” tegas Walhi.
Kawasan Huabao Industrial Park yang mencakup wilayah Desa Wata, Tondo, Ambunu, Topogaro, Umpanga, Larebonu, dan Wosu tengah mengalami pembangunan besar-besaran sebagai bagian dari proyek hilirisasi nikel yang didanai oleh Zhensi Holding Group dan investor lainnya. Total investasi mencapai 14 triliun rupiah untuk memproduksi blok besi nikel dan nikel hidroksida, yang menjadi bahan baku penting dalam industri stainless steel dan baterai energi.