Polisi Bubarkan Aksi Damai Kritik Pemerintahan Jokowi Saat Pelantikan Prabowo-Gibran
Berita Baru, Jakarta – Pada Minggu (20/10/2024), tepat saat prosesi pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029, aparat kepolisian membubarkan aksi damai yang digelar oleh Koalisi Warga. Aksi tersebut, yang diadakan untuk mengkritisi pemerintahan Jokowi, dibubarkan dengan cepat oleh polisi di titik pertama sebelum dapat berlanjut ke lokasi lain.
Dilansir dari siaran pers WALHI pada Minggu (20/10/2024), koordinator aksi, Wana Alamsyah, menjelaskan bahwa aksi ini bertujuan menyuarakan berbagai isu yang belum terselesaikan di masa kepemimpinan Jokowi, termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM), perampasan ruang hidup, kriminalisasi pejuang lingkungan, serta pengelolaan sumber daya alam yang merugikan rakyat. Poster-poster yang dibawa peserta aksi juga menyoroti politik impunitas, serta meningkatnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Kepemimpinan Presiden Jokowi meninggalkan banyak catatan buruk dan kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Dengan terang melakukan pengkhianatan terhadap reformasi dan demokrasi,” ungkap Wana Alamsyah.
Namun, aksi diam ini berakhir dengan intimidasi. Polisi, bersama petugas berpakaian preman, merampas dan merobek poster-poster yang dibawa peserta aksi, sehingga upaya menyampaikan kritik menjadi mustahil. “Kami tidak diperbolehkan mengkritik pemerintah. Kami dihentikan dan poster yang kami bawa dirampas. Tindakan ini sama sekali tidak memiliki dasar hukum. Padahal kritik adalah bagian penting dari demokrasi,” tegas Wana.
Menurutnya, tindakan represif ini mencerminkan kondisi demokrasi Indonesia yang memprihatinkan. “Apa yang terjadi hari ini menjadi tanda bahwa pembungkaman suara kritis terus terjadi sampai akhir masa pemerintahan Jokowi, dan itu juga menjadi pembungkaman suara kritis pertama pada masa pemerintahan Prabowo–Gibran,” lanjutnya.
Aksi ini juga menjadi peringatan bahwa transisi kekuasaan yang seharusnya menjadi momentum perbaikan malah diwarnai pembatasan kebebasan berpendapat. Para peserta aksi membubarkan diri dengan rasa kecewa, menyadari bahwa ancaman terhadap kebebasan berekspresi masih nyata di Indonesia. Demokrasi yang sehat membutuhkan kritik, dan pemerintah yang baru harus siap menerima dan merespons kritik sebagai bagian dari tanggung jawab mereka.