Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Polemik Lomba BPIP, Sekjen DKN Garda Bangsa: Ada Struktur Berpikir yang Rancu dari BPIP

Polemik Lomba BPIP, Sekjen DKN Garda Bangsa: Ada Struktur Berpikir yang Rancu dari BPIP



Berita Baru, Jakarta – Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) menuai banyak kecaman dari berbagai pihak terkait lomba menulis artikel tingkat nasional dengan tema ‘Hormat Bendera Menurut Hukum Islam’ dan ‘Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam’.

Banyak kalangan menilai bahwa tema yang diangkat BPIP dalam rangka menyambut Hari Santri Nasional 2021 itu berpotensi memecah belah dan tidak relevan dengan tugas serta peran BPIP, salah satunya datang dari Sekretaris Jenderal Dewan Koordinator Nasional (Sekjen DKN) Garda Bangsa, M Rodli Kaelani.

Lelaki yang akrab disapa Odhi ini menilai lomba-lomba terkait dengan pandangan santri atau Islam mengenai penghormatan bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya itu merupakan kerja kementerian atau lembaga lain, bukan tugas BPIP.

“BPIP itu badan negara yang mestinya tidak ngurusin hal-hal yang sifatnya teknis. Teknis program yang begitu bisa dilakukan oleh Kementerian atau badan lain,” kata Odhi saat dihubungi Beritabaru.co melalui sambungan seluler, Minggu (15/8).

Odhi menyampaikan bahwa dari awal, sejak BPIP dibentuk, ia tidak terlalu antusias dan berharap dengan kehadiran BPIP sebagai sebuah badan yang benar-benar mencerminkan sekaligus memperkuat ideologi Pancasila.

Terkait pelaksanaan lomba tersebut, Odhi melihat ada struktur berpikir yang rancu dari BPIP. “Mereka meminta lomba penulisan santri terkait sebuah hukum Islam, sedangkan santri tidak itu levelnya. Ijtihad berpikir membuat kaidah hukum adalah tugas ulama,” ujarnya.

Bahkan ia juga menyayangkan akan keterbatasan perspektif dari lomba tersebut. “Kenapa hanya mengambil satu perspektif? Sedangkan BPIP harusnya berpikir hal-hal yang lebih terbuka dan inklusif. Kenapa tidak langsung saja temanya, bagaimana para siswa menilai kemerdekaan atau bagaimana nilai-nilai kemerdekaan di mata para pejuang atau tokoh-tokoh agama,” ujarnya.

“Jadi masing-masing pelajar atau pun siswa bisa memberikan perspektif dari pengetahuan mereka terhadap tokoh agama masing-masing yang berperan dalam proses kemerdekaan, yang Kristen akan menulis peran tokoh Kristen, yang Islam akan menulis peran ulamanya begitu pula Hindu, Budha atau lainnya,” sambung Odhi.

Lebih lanjut, Odhi menegaskan bahwa walaupun BPIP tetap ingin mengadakan lomba seyogyanya mengganti tema yang lebih umum dan terbuka. Sehingga mampu menempatkan Pancasila sebagai solusi dan ruang terhadap segala persoalan-persoalan bangsa, bukan malah mengotak-kotakkan antara agama dan negara.

“Kalaupun mau tetap diadakan lomba ini, ya menurut saya temanya diganti. Kenapa tidak lebih luas, misalnya, peran tokoh-tokoh agama terhadap kemerdekaan Republik Indonesia – tidak hanya dari Islam. Atau misalkan bagaimana implementasi dari nilai-nilai kemerdekaan terhadap generasi muda hari ini. Kan begitu lebih umum,” tegasnya.

Dalam wawancara dengan Beritabaru.co itu, Odhi juga menyampaikan bahwa terlepas dari polemik lomba hingga isu pembubaran BPIP, sejak awal ia melihat adanya BPIP tidak signifikan perannya. Fungsi dari program yang terkait dengan internalisasi Pancasila pun bisa dilakukan oleh berbagai kementerian dan lembaga lain.

“Kalau bisa dibubarkan, dibubarkan saja, menurut saya. Kalaupun sudah terlanjur berjalan ya, saya kira BPIP mengambil domain-domain yang lebih beyond, artinya kerangka kerjanya tidak taktis, seperti mengurusi lomba,” terangnya.

“(Kerjanya) lebih merumuskan bagaimana Pancasila menghadapi nilai-nilai liberalisasi yang makin merajalela, atau bagaimana Pancasila menghadapi tren global digital saat ini. Bukan hal-hal yang sifatnya remeh temeh, program yang bisa dilakukan oleh kementerian dan lembaga lain yang lebih taktis kerjanya,” jelasnya.

Meski Pancasila sebagai teks sudah final, menurut Odhi sebagai nilai hidup sebuah bangsa dan negara, tantangan Pancasila ke depan cukup besar.

“Misalnya saat menghadapi pandemi seperti hari ini, tentu penting bagaimana pemahaman kita terhadap nilai-nilai Pancasila bisa menjawab problem tersebut, contohnya penguatan solidaritas sosial, rasa kemanusiaan, gotong-royong, tenggang rasa dan bantu-membantu. Nah itu baru tugas BPIP,” tegasnya.