Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Irwandi Yusuf
Terdakwa Gubernur nonaktif Aceh Irwandi Yusuf (tengah) bersiap menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan kasus dugaan suap Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (8/4/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/pd.

Pengadilan Tinggi Jakarta Cabut Hak Politik Irwandi Yusuf



Beritabaru.co, Jakarta – Pada bulan April 2019, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis bersalah mantan Gubernur Aceh nonaktif, Irwandi Yusuf, dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Atas putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Jakarta yang didaftarkan pada tanggal 6 Juni 2019.

Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta akhirnya menyatakan menerima permintaan banding Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan terdakwa terhadap putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 97/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Jkt.Pst tertanggal 8 April 2019 tersebut.

Dalam amar putusan yang dibacakan oleh Hakim Ketua Ester Siregar,SH.,MH yang didampingi Hakim anggota Anthon R. Saragih, SH., MH dan Jeldi Ramadhan, SH.,MH pada Kamis (8/8) tersebut disebutkan bahwa pengadilan menyatakan Terdakwa drh. H. Irwandi Yusuf, M.Sc. telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi menerima suap bersama-sama – secara berlanjut” dan “Korupsi menerima gratifikasi beberapa kali” sebagaimana didakwakan Penuntut Umum dalam Dakwaan Kesatu Pertama dan Dakwaan Kedua

“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan”. Bunyi amar Putusan PT JAKARTA Nomor 24/PID.TPK/2019/PT DKI Tahun 2019 yang diakses dari website Mahkamah Agung, pada Rabu (14/8).

Selain menambah durasi hukuman penjara satu tahun lebih banyak, pengadilan juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 (lima) tahun sejak Terdakwa selesai menjalani pidana.

Majelis hakim dalam hal ini menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, serta menegaskan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. [Priyo Atmojo]