Pemerintah Harus Berani Realokasi Rp330 T APBN untuk Tangani COVID-19
Berita Baru, Jakarta – Penyebaran corona virus disease 2019 (COVID-19) semakin meningkat setiap. Sampai hari ini, Sabtu (21/3) jumlah kasus di Indonesia telah mencapai 450, dimana 38 diantaranya dinyatakan meninggal dunia.
Banyak kalangan menilai pemerintah agak lamban dan kurang serius dalam mengantisipasi penyebaran COVID-19 di Indonesia. Itulah penyebab tingginya jumlah kasus dan korban meninggal.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari Jumat (20/3) telah memimpin rapat terbatas melalui Video Conference dengan topik Kebijakan Moneter dan Fiskal Menghadapi Dampak Ekonomi Pandemi Global COVID-19 dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi menilai perlu adanya kebijakan khusus di bidang moneter dan fiskal dalam menghadapi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Secara tegas Presiden memerintahkan agar program padat karya tunai diperbanyak di berbagai kementerian dan lembaga.
“Satu dua kementerian sudah mulai tapi menurut saya perlu diperbanyak di semua kementerian lagi”. Kata Presiden’ Jokowi.
Menanggapi hal itu, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Prof Ahmad Erani Yustika memberikan pandangannya.
Menurutnya, 20 persen dari belanja Kementerian Lembaga (K/L) sebesar Rp909,6 T dalam APBN tahun 2020 dapat dialihkan atau direalokasi untuk penanganan COVID-19. Selain itu juga dapat diambilkan dari belanja lain-lain sekitar Rp150 T.
“Belanja K/L mencapai Rp900 triliun, jika 20% saja direalokasi untuk mengatasi Corona, maka minimal terdapat Rp 180 T. Bila ditambahkan dengan belanja lain-lain minimal Rp150 T, maka kita punya Rp330 T”. Terangnya.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Brawijaya Malang tersebut menegaskan bahwa nilai Rp330 T itu dapat didayagunakan untuk menangani dampak COVID-19 di Indonesia. Akan tetapi, syarat utamanya adalah keberanian mengambil keputusan yang radikal.
“Kata kuncinya, mesti berani mengambil keputusan yang radikal”. Tegasnya.
Dalam rangka merealisasikan skenario tersebut, Prof Erani meminta kepada pemerintah dan DPR agar segera bertemu untuk membahas dan menetapkan Perubahan APBN 2020.
“Jangan ditunda lagi. Tak ada kemewahan waktu. Jika memang anggaran dirasa masih kurang, bisa ditambah defisit anggaran, tentu dengan dosis yang terukur. Segera disepakati dan dieksekusi”. Tuturnya menjelaskan.
Tiga Kebijakan Inti
Upaya yang harus dilakukan pemerintah, imbuh Prof Erani, tidak boleh berhenti pada proses mobilisasi sumber anggaran dari realokasi APBN semata. Tetapi harus disertai dengan tindakan kebijakan yang tepat dan terukur.
Pertama, Prof Erani merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengambil kebijakan terkait jaminan kepastian atas tercukupinya anggaran untuk fasilitas kesehatan, insentif paramedis, dan pencegahan meluasnya virus.
“Saat ini anggaran itu kurang sekali”. Kata Prof Erani.
Kedua, ia meminta agar pemerintah menyediakan anggaran untuk sosialisasi hidup sehat ke masyarakat, termasuk penyediaan masker, hand sanitizer, dan lain-lain. Selain itu juga perlu menegakkan aturan atas kebijakan, misalnya social distancing.
“Kebijakan ketiga yaitu anggaran untuk memitigasi dampak sosial ekonomi. Para pekerja, sektor informal dan kelompok miskin harus mendapatkan proteksi. Kuncinya adalah kecepatan dan kesigapan”. Tuturnya.
Karena keadaan darurat, kebijakan anggaran untuk mitigasi dampak sosial ekonomi melalui proteksi kepada kelompok-kelompok rentan tersebut langsung dapat disampaikan lewat rekening individu. Prof Erani juga menilai agar pemerintah daerah atau K/L segera membuat pangkalan data yang valid.
“Kalau ada yang sengaja bikin data salah, langsung dihukum”. Tegasnya.
Pemerintah, lanjut Prof Erani, mesti cepat mengumumkan kebijakan ini dengan terinci agar publik merasa tenang menghadapi situasi genting akibat COVID-19 ini. [HP]