PCINU dan Muslimat NU Tiongkok Bedah Buku Ensiklopedia Karya Ulama Nusantara
Berita Baru, Jakarta – Pengurus Cabang Internasional Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok bersama Muslimat NU Tiongkok mengadakan webinar bedah buku ‘Ensiklopedia Karya Ulama Nusantara’ sebagai bagian dari program Nihao Ramadhan, pada hari Sabtu, 16 April 2022.
Acara tersebut dibuka langsung oleh keynote speaker Waryono Abdul Ghofur selaku Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI).
Waryono, sapaan akrabnya, mendorong PCINU Tiongkok agar tidak hanya menyampaikan atau mentransfer pengalaman pemahaman keagamaan Islam nusantara saja, tapi juga mampu eksis di negara Tiongkok.
“Kita ini termasuk yang miskin kodifikasi atau miskin tulisan yang merekam jejak, karya-karya, nama-nama terkait apa yang ada di nusantara. Sebagai contoh Kementerian Agama sudah menulis ensiklopedi ulama nusantara,” kata Waryono.
Menurut Daryono, Ensiklopedi tersebut belumlah sempurna. Ia melihat masih banyak yang belum tertulis padahal karya-karya ulama nusantara sangat banyak sekali jika dikumpulkan. Daryono mencontohkan tulisan Ibnu Hajar dan Adz-Dzahabi yang memiliki ensiklopedia luar biasa dan berjilid-jilid.
“Nah kita ini tidak punya tradisi itu sehingga hal-hal di Indonesia itu masih banyak yang belum terungkap dan terdokumentasi yang bisa dibaca oleh orang lain serta juga tulisan kita masih banyak yang belum menggunakan bahasa internasional,” ungkapnya.
“Karena seperti yang kita ketahui, dari definisinya ensiklopedia artinya menyeluruh, lengkap dan sempurna nah mungkin ini kita masih perlu belajar banyak dan karya-karya kita itu juga masih banyak yang terpendam,” sambung Daryono.
Selaku Direktur Pendidikan Pontren Indonesia, Daryono mengapresiasi PCINU Tiongkok dan Muslimat NU Tiongkok karena dengan webinar ini secara tidak langsung juga turut menyebarluaskan pemikiran keislaman ulama nusantara.
“Oleh karena itu, harapannya kita bisa harus saling melengkapi dari literatur yang ditulis itu yang akan dijadikan satu ensiklopedia/menjadi karya besar tentang ulama ulama pesantren,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, A. Said Hasan Basri selaku penulis menyebut buku ‘Ensiklopedia Karya Ulama Nusantara’ ini terealisasi atas jasa Waryono, yang juga sangat concern terhadap literasi khususnya di dunia pesantren karena perkembangan terakhir ini.
Ia menjelaskan, yang mendasari terbitnya buku ini karena melihat perkembangan dunia literasi para santri maupun pemerhati islam saat ini bukannya bertambah pesat, tapi justru mengalami penurunan jika dibandingkan dengan generasi abad-abad sebelumnya.
“Sehingga berinisiatif untuk perlu kembali mendorong dunia tulis menulis di kalangan santri dan kalangan nahdliyin khususnya umat islam seluruh Indonesia agar lebih berkembang kembali. Dimana kenyataannya memang di pesantren-pesantren di Indonesia kita belum menemukan bagian khusus litbang (penelitian dan pengembangan) pesantren disitu kan seharusnya ada bagian riset di pesantren khususnya,” tutur A. Said Hasan Basri.
Lebih lanjut A. Said Hasan Basri menjelaskan, meski belum banyak ulama nusantara yang diungkap dalam bukunya, namun proses penulisannya bukan hanya sekedar membaca dan wawancara kemudian dinarasikan sehingga lebih menarik.
“Tetapi disini dituntut betul-betul mendekati kebenaran yang bukan hanya sekedar mengarang tetapi ini memang beban moral. Sehingga kami setiap menulis tentu berwasilah kepada beliau-beliau ini untuk mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan data. Karena ketika kita mentok gak dapat data itu tidak bisa menulis lagi. Kita gak bisa mengarang-ngarang karena ini menyangkut kredibilitas kyai dan para ulama kita,” kata A. Said Hasan Basri.
Di akhir paparannya, A. Said Hasan Basri menyampaikan permohonan doa restu untuk penulisan ensiklopedia tahap kedua nanti yang akan lebih luas dan lebih dalam. “Karena ingin mengangkat pesantren-pesantren,” pungkasnya.
Sebagai pembedah, A. Ginanjar Sya’ban, Filolog Muda dan Dosen UNUSIA Jakarta menyampaikan sebagai masyarakat muslim saat ini sangat memerlukan upaya lebih keras lagi untuk bisa mengenalkan karya-karya terbaik para ulama nusantara terdahulu.
“Bukan hanya islam di nusantara tetapi juga di seluruh dunia islam melalui karya-karya intelektual mereka yang sebagian diantaranya ada 76 tokoh di ensiklopedia ini. Maka dari itu, sangat penting dan harus kita apresiasi serta disambut baik dengan dikawal bersama,” jelasnya.
“Dunia islam dalam memandang sejarah peradaban islam di nusantara ini memandang dengan kacamata yang sangat sempit dan kecil. Padahal jika dibandingkan ulama-ulama dari berbagai belahan dunia islam lainnya kita tidak kalah dalam masalah produktivitas dan juga melahirkan karya-karya intelektual tertulis ini,” sambungnya.
A. Ginanjar Sya’ban juga menyebut sudah ada ikhtiar untuk membuat ensiklopedia ulama-ulama nusantara dalam bahasa arab, tetapi kalau dalam bahasa indonesia mungkin sudah mulai bermunculan.
“Sementara, kita harus memperkenalkan dulu ulama-ulama kita mengharumkan dan hidma terhadap keilmuan islam dengan karya-karya kita. saat ini apa yg bisa kita lakukan paling tidak kita bisa hidma terhadap karya-karya mereka jangan sampai kita jadi generasi yang menyia-nyiakan warisan intelektual beliau-beliau sampai mengabaikan, melupakan,” katanya.
“Sehingga generasi setelah kita,generasi anak anak kita, generasi cucu-cucu kita. Sehingga nantinya akan mengalami semacam keterputusan sejarah. Nah, keterputusan sejarah ini bisa kita sebut sebagai musibah besar bagi sebuah umat karena mereka tidak mengenal karya karya ulama kita,” imbuh A. Ginanjar Sya’ban.
Ia juga menyampaikan, selain membuat ensiklopedia yang perlu juga dilakukan kalangan pesantren adalah mempublikasikan karya-karya ulama nusantara dan disebarkan ke dunia islam secara luas agar dunia tahu keilmuan ulama nusantara.
Sebagai tambahan informasi, buku ‘Ensiklopedia Karya Ulama Nusantara’ ini terbit pada awal tahun 2022. Tim penulis terdiri dari 5 orang, diantaranya A.Said hasan Basri, Moh Khoerul Anwar, Aris Risdiani, Munif Sholihan dan Arif Mamalakah Malamika. (mkr)