PBNU Luncurkan Program Digitalisasi dan Pendidikan Kepemimpinan untuk Masa Depan
Berita Baru, Jakarta – Dalam konferensi pers di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (28/07/2027), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, mengumumkan hasil rapat pleno terbaru PBNU. Sejumlah keputusan strategis yang diambil diharapkan mampu mengarahkan perkembangan organisasi dalam tiga tahun mendatang.
Gus Yahya mengungkapkan bahwa rapat pleno menghasilkan rencana strategis untuk pengembangan PBNU hingga tahun 2027. “Rencana ini dirancang untuk memastikan pertumbuhan yang koheren dan menyeluruh bagi organisasi yang sudah berdiri lebih dari satu abad ini,” jelasnya.
Salah satu keputusan utama adalah peluncuran program DIGDAYA NU, sebuah platform digital untuk memodernisasi layanan dan data organisasi. Platform ini akan mengintegrasikan berbagai aspek digitalisasi untuk mempermudah administrasi dan memperluas jangkauan layanan PBNU kepada anggotanya.
Selain itu, PBNU akan mendirikan Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN) yang mulai beroperasi pada Agustus 2024. AKN dirancang untuk memperkuat kapasitas kepemimpinan di kalangan anggota NU. “AKN akan menjadi wahana pendidikan kader tingkat tinggi,” tambah Gus Yahya.
Rapat pleno juga menetapkan kebijakan terkait administrasi dan pengkaderan, termasuk penyelenggaraan pengkaderan, konferensi, kerja sama, serta pelantikan kepengurusan. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan proses administratif yang efektif dan terstruktur dalam organisasi.
Dalam upaya menjaga akurasi dan integritas materi ajar di lingkungan NU, PBNU menugaskan LP Ma’arif NU dan RMI NU untuk menyelidiki laporan mengenai bahan ajar yang memuat narasi keliru terkait sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama.
Gus Yahya juga menegaskan hubungan antara PBNU dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sering disalahartikan. “Yang paling penting prinsipnya adalah begini bahwa NU ini tidak mungkin dianggap kongruen dengan PKB. NU dan PKB ini beda-beda, tidak bisa NU hanya untuk PKB saja,” tegasnya. Gus Yahya menjelaskan bahwa warga NU yang menjadi konstituen PKB hanya sekitar 20%, sementara yang lainnya tersebar di berbagai partai politik. Oleh karena itu, PBNU harus mempertimbangkan hubungan dengan partai politik lain dan tidak bisa eksklusif hanya untuk PKB.