PBNU dan Muhammadiyah Tegas Tolak Rencana Pajak Sekolah
Berita Baru, Jakarta – Rencana Pemerintah memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan menuai tanggapan serius dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari ormas Islam Nahdlatul Ulama. Pengurus Besar PBNU dengan tegas menolak rencana pemerintah memungut pajak dari sektor pendidikan.
Sekretaris Jenderal PBNU, HA Helmy Faishal mengatakan bahwa upaya pemerintah meningkatkan pajak melalui cara PPN pendidikan tidak tepat. Sebaiknya, menurut Helmy, usulan ini dapat dicarikan formula lain yang lebih memungkinkan dan bijaksana.
“Tidak boleh kebijakan pemerintah nantinya justru akan menjauhkan dari spirit dan cita-cita luhur sebagaimana tertuang dalam UUD 1945,” kata Helmy, Jumat (11/6).
Penolakan juga datang dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Secara tegas Muhammadiyah menolak rencana pemerintah yang akan memungut pajak sekolah sebagaimana tertuang dalam draf Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan pemerintah semestinya memberi reward atau penghargaan terhadap sektor pendidikan, bukan malah menindak dan membebani dengan pajak yang memberatkan.
“Kebijakan PPN bidang pendidikan (PPN Pendidikan) jelas bertentangan dengan konstitusi dan tidak boleh diteruskan,” ujar Haedar dikutip dari laman resmi muhammadiyah.or.id.
Jasa pendidikan sebelumnya tidak dikenai PPN tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 223/PMK.011/2014 tentang Kriteria Jasa Pendidikan yang Tidak Dikenai PPN.
Dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang KUP, jasa pendidikan dihapus dari daftar jasa yang tak terkena PPN. Artinya, jasa pendidikan akan segera dikenakan PPN jika revisi KUP diketok parlemen.
“Perpajakan akan mematikan lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini banyak membantu rakyat kecil, serta sebenarnya ikut meringankan beban pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang belum sepenuhnya merata,” tutur Haedar.