Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Senior Program Officer SDGs INFID, Bona Tua saat menyampaikan laporannya dalam media briefing International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), bertajuk ‘Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender dan Ekologis’, Jumat (4/3).
Senior Program Officer SDGs INFID, Bona Tua saat menyampaikan laporannya dalam media briefing International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), bertajuk ‘Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender dan Ekologis’, Jumat (4/3). (Foto: Tangkap Layar)

Kondisi Ketimpangan Ekonomi di Indonesia Fantastis



Berita Baru, Jakarta – Senior Program Officer SDGs INFID, Bona Tua mengatakan bahwa kondisi ketimpangan pendapatan ekonomi masyarakat di Indonesia cukup jauh dan fantastis.

“1 persen populasi kelompok penduduk super kaya di Indonesia memperoleh 73 kali lipat pendapatan lebih banyak dibanding penduduk miskin,” kata Bona.

Hal itu ia ungkap dalam media briefing International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), bertajuk ‘Tren Ketimpangan Dunia dan Indonesia: Konteks Ekonomi, Gender dan Ekologis’, Jumat (4/3).

Bona menyebut, menurut laporan world equality 2022, 50 persen populasi penduduk miskin nasional hanya memiliki pendapatan Rp17,1 juta pertahun atau RP1,4 juta per bulan.

Sedangkan 10 persen kelompok penduduk kaya memperoleh penghasilan rata-rata 19 kali pendapatan lebih banyak dari penduduk miskin, di angka sekitar Rp331,6 juta pertahun atau Rp27,5 juta perbulan.

Yang fantastis terjadi pada populasi kelompok penduduk super kaya di Indonesia, yaitu 1 persen dapat memperoleh 73 kali lipat pendapatan lebih banyak dibanding penduduk miskin.

“Dengan pendapatan rata-rata yakni RP1,2 miliar per tahun atau Rp105,1 juta perbulan,” ujarnya pada acara yang dipandu 

Lebih lanjut Bona menjelaskan mengenai tren ketimpangan ekonomi di Indonesia, kurang lebih selama 100 tahun sejak sebelum kemerdekaan sampai saat ini.

“Kurang lebih 10 persen orang kaya Indonesia teratas itu, dari tahun 1900 sampai 2021, menguasai 40 persen sampai 50 persen dari total pendapatan nasional,” kata Bona. 

“Sementara pada rentang waktu rentang sama, 50 persen masyarakat terbawah hanya menguasai 12 persen sampai 18 persen,” tambahnya.

Menurut Bona, kondisi tersebut fluktuatif dan sempat mengalami perbaikan dari tahun 2000 sampai tahun 2020 yang lalu. “Sekarang kembali lagi pada kondisi ketimpangan itu semakin melebar,” tegasnya.

Bona menilai ketimpangan tersebut merupakan sebuah gab yang cukup besar. Sehingga memerlukan langkah tepat untuk mendekatkan kesenjangan yang terjadi. 

“Instrumennya misalnya, ada pajak untuk orang super kaya di Indonesia. Tapi detail-nya sebenarnya, berapa persentase yang dikenakan kepada kekayaan tersebut,” pungkasnya.