PATTIRO: Pembangunan DOB Papua Perlu Diakselerasi dengan Pendekatan Pengembangan Distrik
Berita Baru, Jakarta – Pada Kamis (30/6), Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan tiga Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) Papua menjadi UU.
Ketiga RUU tersebut adalah RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan.
Melalui pembentukan DOB diharapkan dapat mempercepat pemerataan pembangunan di Papua guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama Orang Asli Papua (OAP).
Kebijakan pemekaran daerah di Papua diatur dalam Pasal 76 UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Dalam pasal 76 ayat (2) disebutkan Pemerintah dan DPR dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi daerah otonom baru untuk mempercepat pemerataan pembangunan, peningkatan pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat terutama OAP.
Selanjutnya dalam UU ini pemekaran daerah dilakukan tanpa melalui daerah persiapan dan harus menjamin adanya ruang kepada OAP dalam aktivitas politik, pemerintahan, perekonomian, dan sosial budaya.
Dalam konteks pemekaran DOB Papua, Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) menyambut baik jika kebijakan tersebut memang sesuai dengan aspirasi masyarakat Papua.
“PATTIRO juga memandang perlu untuk diterapkannya pendekatan pengembangan berbasis distrik dalam pembangunan DOB dan diperhatikannya aspek ekologi dalam grand design penataan daerah.
Hal ini pernah disampaikan pada saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada 7 Juni 2021 dengan Pansus RUU Otsus Papua DPR,” terang Peneliti Senior PATTIRO, Ramlan Nugraha, lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (02/07).
Berbagai saran tersebut di atas, menurut Ramlan, didasarkan pada beberapa tantangan pembangunan yang saat ini masih dihadapi di Tanah Papua.
Pertama, PATTIRO menilai, belum optimalnya pengelolaan dana Otsus Papua dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI).
“Dana Otsus merupakan sumber pendapatan penting bagi pemerintah Provinsi di Tanah Papua, kontribusi terhadap APBD rata-rata berkisar 41% setiap tahun. Namun demikian, penggunaan Dana Otsus untuk pendidikan dan kesehatan masih di bawah ketentuan 30% dan 15%,” ungkapnya.
Ramlan menyebut, dalam implementasinya, alokasi untuk kedua sektor ini rata-rata berkisar 25,1% dan 13,4%.
“Demikian juga dengan DTI, dengan jumlahnya yang relatif besar namun belum menjangkau wilayah terpencil di Papua,” sambungnya.
Kedua, PATTIRO menilai, masih adanya ketimpangan antara OAP dan non-OAP.
“Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan tingkat kemiskinan, kondisi daerah di kabupaten/kota di Tanah Papua yang didominasi OAP cenderung menunjukkan nilai IPM yang rendah dan kemiskinan tinggi.
Populasi OAP yang besar bermukim di wilayah pegunungan, yang secara sosial ekonomi berkarakter perdesaan. Adapun wilayah pesisir atau dataran rendah yang berkarakter perkotaan lebih banyak dihuni pendatang,” jelas Ramlan.
Ketiga, PATTIRO menilai, masih lemahnya perlindungan terhadap lingkungan hidup dan kehutanan.
Ramlan menerangkan, luas hutan primer di Papua yaitu 24,4 juta ha atau lebih dari 50% dari total hutan primer di Indonesia. Deforestasi masih menjadi permasalahan di mana pada tahun 2016-2017 mencapai 48,5 ribu ha dan meningkat pada 2017-2018 menjadi 77,4 ribu ha (KLHK, 2019).
“Selain itu, pemekaran DOB Kabupaten beberapa wilayahnya hampir 100% berada di kawasan lindung (Sumule,2019). Di sisi lain, pengakuan pemerintah terhadap masyarakat adat di Tanah Papua berupa pengakuan atas Hutan Adat juga masih minim,” tambah Ramlan.
Secara lebih konkret, guna mengatasi permasalahan di atas dan dalam upaya mewujudkan tujuan pemekaran daerah pasca disahkannya RUU DOB Papua, PATTIRO mengusulkan agar arah kebijakan pembangunan DOB di Tanah Papua ke depannya perlu diakselerasi dengan pendekatan pengembangan berbasis distrik (kecamatan).
“Pendekatan ini menggunakan konsep Distrik Membangun Membangun Distrik (DMMD),” kata Ramlan.
Konsep DMMD, terang Ramlan, menitikberatkan pada gerakan bersama untuk meningkatkan peran Distrik dalam Pembangunan dan mendorong peran organisasi perangkat daerah dalam membangun Distrik.
“DMMD juga merupakan bagian dari strategi pengembangan wilayah Papua yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024 guna mewujudkan integrasi pertumbuhan dan pemerataan, dan penataan Otsus melalui keunggulan lokal berbasis ekologis dan wilayah adat,” tambahnya.
Penguatan peran Distrik, kata Ramlan, dapat dilakukan dengan menjadikan Distrik sebagai Pusat pelayanan dasar; Pusat data, informasi, dan pengetahuan; Pusat pemberdayaan masyarakat adat; Pusat pertumbuhan ekonomi daerah; dan Pusat pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) lingkungan.
Dengan pendekatan pengembangan Distrik ini, PATTIRO berharap, pembangunan di Distrik dan Kampung terutama di DOB Tanah Papua dapat terselenggara dengan baik dan optimal.
“Perangkat daerah diharapkan dapat menjangkau masyarakat di Distrik dan Kampung yang lokasinya berjauhan. Di sisi lain, pemerintah Kampung juga diberikan keleluasan dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan,” pungkas Ramlan.
Peneliti Senior PATTIRO,
Ramlan Nugraha.