Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

OJK Rilis Aturan Baru Cegah Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme

OJK Rilis Aturan Baru Cegah Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme



Berita Baru, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 8 Tahun 2023 yang mengatur penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU), Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT), dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPPSPM) di sektor jasa keuangan.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyebut bahwa peraturan ini juga mencabut POJK Nomor 12/POJK.01/2017 tentang APU dan PPT di sektor jasa keuangan, yang telah diubah dengan POJK Nomor 23/POJK.01/2019.

“Penerapan peraturan ini bertujuan untuk mengurangi risiko tindak pidana pencucian uang (TPPU), pendanaan terorisme (TPPT), dan/atau pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal (PPSPM) yang semakin berkembang dan menjadi ancaman serius bagi negara,” ujar Mahendra dalam keterangan resmi pada Jumat (16/6/2023).

Menurut Mahendra, kebijakan ini telah sejalan dengan prinsip internasional, termasuk Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF), peraturan perundang-undangan di Indonesia, serta perkembangan inovasi dan teknologi yang memerlukan pengawasan yang lebih ketat.

OJK memberikan periode transisi selama 6 bulan bagi pelaku jasa keuangan (PJK) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan baru ini setelah diterbitkannya POJK terbaru.

Dalam peraturan baru ini, terdapat 12 poin yang diatur oleh OJK. Pertama, poin tersebut mencakup penambahan PJK yang wajib menerapkan program APU, PPT, dan PPPSPM.

Kedua, terdapat beberapa pengaturan terkait PPPSPM. Ketiga, PJK diharuskan memastikan bahwa pihak yang memberikan dukungan profesinya telah menerapkan program APU, PPT, dan PPPSPM serta terdaftar dalam sistem informasi pelaporan yang dikelola oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Keempat, PJK diharuskan menyusun dan melaporkan Individual Risk Assessment (IRA). Kelima, penambahan contoh tindakan countermeasures oleh PJK terhadap negara berisiko tinggi yang diumumkan oleh FATF.

Keenam, penguatan kewajiban Customer Due Diligence (CDD). Ketujuh, penyempurnaan persyaratan dan prosedur kerja sama antara PJK dan pihak ketiga dalam melakukan verifikasi tatap muka dan non-tatap muka melalui sarana elektronik.

“Peningkatan ketentuan tentang manajemen kepatuhan dan pelaksanaan audit internal yang independen serta prosedur pre-employee screening,” demikian poin kedelapan yang tertulis dalam peraturan tersebut.

Kesembilan, pengaturan sanksi administratif yang lebih efektif, proporsional, dan mencegah. Kesepuluh, harmonisasi dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatur entitas baru, yakni perusahaan perseorangan.

“Regulasi mengenai penundaan atau penghentian sementara transaksi yang diketahui atau diduga terkait dengan TPPU, TPPT, dan/atau PPSPM,” bunyi poin kesebelas dalam peraturan tersebut.

Terakhir, peraturan ini juga mengatur kewajiban PJK dalam melaporkan data untuk keperluan pengawasan melalui sistem pelaporan OJK.

Dengan diterbitkannya peraturan ini, diharapkan sektor jasa keuangan dapat lebih efektif dalam mencegah dan melawan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal. OJK juga akan terus melakukan pengawasan dan pengendalian untuk menjaga integritas dan keamanan sektor jasa keuangan di Indonesia.