Nilai Tambah Berkelanjutan Porang
Oleh: Moh Thobie Prathama*
Porang semakin diperhitungkan sebagai emas baru bagi pertanian pangan di Indonesia. Pemerintah ingin mendorong usaha tanaman porang dari budidaya hingga pascapanen yang mampu menjadi komoditas baru andalan negeri ini. Porang dinilai memiliki tingkat produktivitas tinggi (20 ton/ha menurut Litbang Pertanian) dan nilai strategis untuk dikembangkan. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (BALITKABI) memaparkan bahwa karbohidrat merupakan komponen penting pada umbi porang yang terdiri atas pati, glukomannan, serat kasar, dan gula reduksi. Bahkan kandungan glukomannan yang relatif tinggi ialah ciri spesifik dari umbi porang. Glukomannan ini bisa dimanfaatkan pada berbagai industri pangan, misalnya konnyaku, shirataki, hingga sebagai bahan campuran/tambahan pada berbagai produk kue, roti, es krim, jeli, permen, selai, serta bahan pengental produk sirup dan sari buah. Selain itu, glukomannan juga dimanfaatkan oleh industri kimia dan farmasi, misalnya sebagai bahan pengisi dan pengikat tablet, bahan pelapis, bahan perekat (lem, cat tembok), penguat tenunan dalam industri tekstil, kosmetik, dan bahan pembuatan kertas yang tipis, lemas, dan tahan air.
Begitu beragamnya pemanfaatan pascapanen tanaman porang ini butuh prasyarat kelembagaan dan kebijakan tepat guna. Kabupaten Madiun telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian menjadi pusat porang Indonesia. Luas lahan yang terdaftar pengembangan porang di Kabupaten Madiun mencapai 5.263 ha pada 2020, dan diperkirakan lebih dari itu hingga dapat mencapai 7.000 ha (Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Madiun, 2021). Bahkan menurut Balitkabi, Madiun 1 merupakan varietas porang pertama yang dilepas di Indonesia. Hiruk-pikuk tanaman ini tidak boleh dinilai hanya sekadar “di sini porang, di sana porang” alias komoditas mentah. Nilai tambah berkelanjutan mesti dipikirkan sehingga menyejahterakan para pelaku yang terlibat di dalamnya dan multiplier effect bagi perekonomian.
Kebijakan Pro-Petani
Langkah di hulu, kebijakan mesti didesain pro-petani lewat penyediaan dan kepemilikan arena produksi. Bantuan penyuluhan dan pembudidayaan termasuk aksesibilitas faktor produksi yang diperlukan pertanian porang. Selanjutnya, perlu membentuk koperasi pertanian porang sebagai organisasi ekonomi dengan kepentingan kesejahteraan bersama. Peran koperasi di sini begitu vital yakni sebagai penyedia informasi kondisi pasar, pergudangan, dan jalur distribusi yang menerapkan konsep fair trade (perdagangan berkeadilan). Perindustrian dan perdagangan (perindag) adalah kekuatan penting yang memacu pembangunan ekonomi, jika diselimuti kelembagaan dan kebijakan tepat. Perindag pula yang berperan penting dalam memajukan pertanian, khususnya dalam inovasi-inovasi produk pascapanen.
Pemusatan Industri Porang
Pembuat kebijakan perlu menciptakan iklim spasial yang menguntungkan dan memiliki keberpihakan seimbang dalam membangun hilirisasi pertanian porang. Beberapa tinjauan dalam ekonomi regional adalah menganalisis penyebaran spasial dan koherensi kegiatan ekonomi. Isu-isu kebijakan pembangunan ekonomi regional seringkali tidak terlepas dari masalah efisiensi: pilihan lokasi produksi, pemanfaatan sumber daya spasial (tanah), masalah pengangkutan, alokasi SDM, hingga struktur industri. Berawal dari masalah ekonomi mendasar yang harus dipecahkan: apa, untuk siapa, dan bagaimana memproduksi (termasuk di mana diproduksinya jika ditinjau dari ekonomi spasial). Sehingga, produsen perlu membuat keputusan tidak hanya tentang kuantitas output dan aplikasi teknologi tetapi juga pada lokasi produksi dan pasar potensial.
Pemusatan industri porang muncul sebagai salah satu strategi berbagi sumber daya (sharing resources) yang saling menguntungkan. Ekonom Alfred Marshall memaparkan bahwa korporasi-korporasi di sektor industri sejenis yang berkumpul dalam satu lokasi geografis tertentu akan lebih efisien karena akan tercipta himpunan pemasok khusus, pasar tenaga kerja mencukupi, dan imbasan pengetahuan teknologi. Pemusatan industri juga penting bagi pelaku komoditas porang untuk mempertahankan likuiditas usahanya, lewat memangkas sistem distribusi lebih efisien dan kekuatan pemasaran.
Spesialisasi semacam ini akan melahirkan korporasi pelengkap dari industri terkait dengan porang (pengolahan, kimia, farmasi) sehingga memunculkan investasi baru dan menyerap tenaga kerja. Korporasi pelengkap akan memasok korporasi utama/besar (business linkages), misalnya korporasi tepung porang dan tepung glukomannan akan memasok korporasi pangan fungsional seperti konyakku (mirip tahu) dan shirataki (berbentuk mie) yang terkenal di Jepang, Cina, dan Taiwan dengan harga relatif tinggi, yang mana saat ini negara-negara tersebut masih mengimpor dari Indonesia hanya berbentuk chips dan tepungnya saja.
Strategi kemitraan bisa menjadi pilihan operasional dalam pemusatan industri, misal menggunakan pola sub-kontrak yang terbukti sukses di Jepang (ADB, 2009). Pola sub-kontrak yakni hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan korporasi mitra.
Diagram Pola Kemitraan Sub-kontrak
Sumber: Tri dan Herrukkmi, 2019
Pola kemitraan sub-kontrak terlihat bahwa di dalamnya, kelompok mitra memproduksi komponen yang dibutuhkan korporasi mitra sebagai bagian dari produksinya. Upaya kemitraan/hubungan perdagangan yang perlu dicatat tidak hanya mengejar keuntungan yang saling memangsa tetapi juga keadilan (fair trade). Kabupaten Madiun dinilai dari potensinya sangat cocok dijadikan pilot projects pemanfaatan ekonomi spasial untuk industri porang. Keunggulan semacam ini meningkatkan basis industri porang dan membentuk dampak berantai yang nyata berupa skala ekonomi (Krugman, 2010). Jika dieksekusi dengan komitmen kelembagaan dan kebijakan yang serius, Indonesia dipastikan memiliki keunggulan komparatif komoditas porang dan produk turunannya dalam perdagangan internasional.
Moh Thobie Prathama, lahir 22 tahun lalu dan tumbuh di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Menyukai perjalanan di pegunungan, mencicipi aneka varian sambal, dan bercocok tanam. Pada 2021, dinyatakan lulus dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya. Saat ini bekerja sebagai peneliti di The Reform Initiatives, Jakarta.
*