Nelayan Rupat Utara Desak Pemerintah Tetapkan Kawasan Konservasi
Berita Baru, Jakarta – Masyarakat Desa Suka Damai di Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, telah mengirim surat kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 14 Juni 2024, mendesak penetapan Konservasi Perairan Daerah Rupat Utara.
“Surat ini merupakan sindiran keras kepada Pemerintah Provinsi Riau yang belum menindaklanjuti Keputusan Gubernur Riau Nomor: Kpts.565/II/2019 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Rupat Utara setelah lebih dari lima tahun diterbitkan,” demikian dikutip dari rilis resmi WALHI Riau pada Rabu (3/7/2024).
Eriyanto, seorang nelayan dari Desa Suka Damai, menjelaskan bahwa desakan ini adalah upaya masyarakat untuk melindungi wilayah tangkap nelayan dari ancaman perizinan tambang pasir laut. Dampak negatif dari aktivitas tambang pasir laut oleh PT Logomas Utama (LMU) masih dirasakan nelayan hingga lebih dari dua tahun setelah penambangan yang berlangsung hanya empat bulan sejak September 2021.
“Hanya empat bulan PT LMU melakukan aktivitas tambang pasir tapi dampaknya kami rasakan hingga sekarang. Sampai saat ini hasil tangkap kami masih belum pulih. Untuk itu, kami meminta Bapak Menteri KKP segera menetapkan kawasan konservasi agar wilayah tangkap kami sebagai nelayan terlindungi dari ancaman izin tambang pasir laut. Karena kami menilai tidak ada upaya dari Pemerintah Provinsi mengurus persoalan ini,” ujar Eriyanto.
Ahlul Fadli, Manajer Kampanye dan Pengarusutamaan Keadilan Iklim WALHI Riau, mengungkapkan bahwa setelah Keputusan Gubernur Riau Nomor: Kpts.565/II/2019 diterbitkan, tidak ada langkah serius dari Pemerintah Provinsi Riau. Pemerintah terkesan mengabaikan urgensi penetapan wilayah konservasi ini yang sangat penting bagi kelangsungan hidup masyarakat Pulau Rupat, khususnya kelompok nelayan. Padahal, masyarakat Desa Suka Damai sudah langsung meminta penetapan tersebut dalam pertemuan di Kantor Gubernur Riau pada 5 September 2023 lalu.
“Pemerintah Provinsi Riau harusnya mengajukan usulan penetapan kawasan konservasi paling lama enam bulan pasca ditetapkan pencadangannya, sesuai Permen KKP Nomor: 31/PERMEN-KP/2020 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi Tahun 2020 pasal 25 ayat (3). Ini membuktikan Pemerintah Provinsi abai dalam perlindungan ruang hidup masyarakat Rupat, khususnya kelompok nelayan, namun sampai saat ini tidak ada progres,” ujar Ahlul.
Sebagai bagian dari upaya melindungi ruang hidup dari ancaman perizinan tambang pasir laut, masyarakat Desa Suka Damai juga mendesak Pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Kebijakan ini dianggap memberikan ruang bagi tambang pasir laut yang jelas berdampak buruk bagi ekosistem laut dan mengancam ruang hidup masyarakat pesisir, khususnya kelompok nelayan. Selain itu, kebijakan ini dikhawatirkan akan mempercepat dan memperluas kerusakan wilayah laut dan pesisir serta pulau-pulau kecil di Indonesia akibat krisis iklim.