Nelayan Lamongan Keluhkan Turunnya Harga Kepiting
Berita Baru, Lamongan – Para nelayan di pantai utara, Lamongan, Jawa Timur mengeluh keadaan kepiting mulai langka. Meski begitu, harga kepiting justru turun karena terdampak pandemi COVID-19 yang menyebabkan daging kepiting tidak bisa diekspor ke luar negeri.
Kondisi cuaca yang belakangan sulit diprediksi juga berdampak terhadap aktivitas para nelayan, mereka takut untuk melaut. Keadaan itu mengakibatkan pendapatan mereka menurun drastis.
Romim, seorang nelayan nelayan mengaku, biasanya dalam sehari ia bisa mendapat keuntungan Rp.200.000,00 sampai Rp.500.000,00, dari hasil tangkapannya. Namun saat ini penghasilannya menjadi tidak pasti.
“Dari awal bulan Maret cuaca di Daerah Lamongan sangat tidak mendukung,” kata Romim, Rabu (2/3).
Ia menyebut, kondisi cuaca yang tidak menentu itulah membuat dirinya jarang melaut. “Jika ingin berangkat melaut hujan dan angin sangat kencang, sehingga tidak jadi berangkat,” tutur Romim
Romim juga mengatakan, selain karena cuaca, kepiting di wilayahnya juga sudah mulai punah karena banyak nelayan Payang yang menggunakan jaring perangkap macan.
Para nelayan Payang, lanjutnya, mengambil hasil laut yang biasanya diambil oleh nelayan kecil, sehingga hasil laut pun sudah mulai punah.
“Penghasilan nelayan kecil pun sudah tiada dikarenakan batu-batu karang ikut ditarik oleh nelayan Payang,” kata Romim.
Kondisi yang sama juga dialami pengupas daging kepiting. Akibat tangkapan nelayan tradisional menurun, mereka tidak punya pekerjaan dan penghasilan.
Masirah, salah satu pengupas daging kepiting di desa Kemantren mengatakan sebelumnya mendapatkan penghasilan RP.50.000,00 sampai RP.100.000,00.
“Sekarang sehari tidak ada penghasilan sepeserpun,” katanya.
Menurut Masirah, di tengah lonjakan harga sembako ditambah lagi dengan menurunnya harga daging kepiting membuat pelaku pengupas kepiting harus mencari pekerjaan sampingan.
“Untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga,” pungkasnya.
Reporter | : | Fuji |
Editor | : | M. Kholil Ramli |