Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Narasi Ingin Ganti Pancasila Puncaki Kemarahan Publik pada Khilafatul Muslimin

Narasi Ingin Ganti Pancasila Puncaki Kemarahan Publik pada Khilafatul Muslimin



Berita Baru, Jakarta – Founder Evello Dudy Rudianto mengatakan bahwa interaksi publik pada kelompok Khilafatul Muslimin yang ditengarai menyebarkan paham khilafah sebagai pengganti Pancasila terbilang merata hampir di platform YouTube, Facebook, Instagram dan TikTok

Menurut Dudy, sejak ramai menjadi perhatian publik karena konvoi Khilafah Islamiyah di Jakarta Timur beberapa waktu lalu, YouTube masih menjadi platform utama sebagai rujukan informasi. 

“Data Evello menunjukkan video-video terkait Khilafatul Muslimin telah tayang 1,8 juta kali,” kata Dudy kepada Berita Baru, Selasa (9/6).

Sementara itu, lanjut Dudy, Jumlah tayang pada platform lainnya seperti Facebook, Instagram dan TikTok terbilang hampir serupa.

“Pada periode pantau yang sama, Khilafatul Muslimin tayang 530 ribu di Facebook, 553 ribu di Instagram dan 489 ribu di TikTok,” urainya.

Lebih lanjut Ia menyebut interaksi pada keempat platform juga terbilang serupa. “Terdapat 31 ribu interaksi di YouTube, 24 ribu interaksi di Facebook, 65 ribu interaksi Instagram dan 10 ribu interaksi di TikTok,” sambung Dudy. 

Melalui analisa emosi, katanya, Evello  menemukan jika narasi Khilafatul Muslimin bercita-cita menggantikan Pancasila dengan Khilafah menempati emosi kemarahan terbesar publik. 

“Skor marah mencapai 12%. Tertinggi dibandingkan narasi lainnya seputar Khilafatul Muslimin,” tuturnya.

Adapun skor emosi tertinggi kedua adalah seputar pernyataan aparat hukum jika Khilafatul Muslimin dapat dikategorikan melakukan perbuatan makar. 

“Skor marah pada narasi ini mencapai 11%,” ungkap Dudy.

Sementara pada saat Abdul Qadir Baraja, pimpinan Khilafatul Muslimin ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, katanya, skor marah publik cenderung turun menjadi 8%. 

“Dari data-data ini dapat disimpulkan jika Pancasila bagi masyarakat Indonesia bukan lagi soal ideologi. Pancasila sudah menjadi bagian dari emosional masyarakat Indonesia,” pungkas Dudy.